Kamis, 06 September 2018

Aku Berhenti Membayar Iuran BPJS

Sebenarnya penulis males jadi anggota BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), kalo lihat antrean pendaftaran yang meluber-luber, tapi  pertama nasehat ibunda penulis yang menjadi anggota BPJS untuk ikut menjadi anggota dengan memberikan contoh beliau yang harus check up rutin per bulan dengan biaya obat yang jauh dengan nominal pembayaran angsuran, coba kalau nggak ikut BPJS, sudah berapa juta pengeluarannya sampai sekarang, memang penulis lihat harga obat ada yang sampai Rp. 400 ribu padahal ibunda cuma membayar iuran per bulan Rp. 25 ribu.

Kedua berdasarkan cerita temen yang penulis bezuk habis operasi jantung, katanya total biaya operasi sampai Rp. 40 juta tapi dia bilang gratis...tis cuma biaya-biaya kecil saja sama beli makanan yang nungguinnya...hehehe dan yang ketiga ketika penulis inspek ke kantor BPJS, penulis tidak lagi melihat pendaftar yang meluber dan antri sampai panjang, akhirnya penulis memutuskan mengumpulkan persyaratan yang di butuhkan dan mendaftar anggota BPJS.

Penulis mengikuti prosedur dari awal, penulis melihat pegawainya masih muda-muda banget dan ramah-ramah, sesampainya pada prosedur pembayaran awal iuran, penulis memutuskan pulang saja dulu karena persyaratan pembayaran bisa melalui transfer bank pemerintah yang ditunjuk, penulis menyuruh istri mengaktifkan accountnya yang dulu sebagai sarana penggajian, berhubung istri keluar kerja accountnya kosong blong...hehehe dan sudah expired.

Keesok hari istri mengaktifkan lagi account banknya, setelah aktif langsung transfer iuran BPJS untuk 3 anggota, saya, istri dan anak untuk mendaftar kelas 1 dengan biaya Rp. 60 ribu per orang. Adapun bukti bayar akan buat bukti untuk mengambil kartu anggota BPJS nantinya. Kemudian penulis meluncur lagi ke kantor BPJS, lumayan jauh sih jaraknya. Sesampainya di sana antri lagi tibalah penulis di panggil, pertama-tama masalah pembayaran, dari tiga pembayaran katanya pembayaran istri penulis belum masuk, padahal transfernya bareng ada bukti transfernya lagi, piye jal? Penulis di arahkan untuk membayar lagi ke mini market seberang kantor, nanti buktinya di bawa ke sini lagi.

Mini marketnya sebenarnya nggak begitu jauh dari kantor BPJS, kira-kira 200 meteran, akhirnya penulis bayar iuran di situ dan pegawainya seperti sudah paham, penulis terkena biaya Rp. 2.500, penulis tidak su'udzon, andai pendaftar sehari 100 orang, lumayan nih....halah malah ngelantur, kemudian cepet-cepet penulis balik untuk mengantar bukti bayar ke pendaftaran guna ambil kartu BPJS, perjalanan nggak jauh cuma naik turun itu yang bikin jauh, ketika penulis nyeberang ada coret-coretan di jalan menandakan telah terjadi kecelakaan di lokasi itu dan ilustrasi gambar orang tergeletak di pinggir jalan, penulis berharap bukan pendaftar BPJS seperti diri penulis ini yang harus bayar nyeberang di jalan turunan dimana banyak lalu lalang kendaraan yang kencang-kencang.

Sesampainya di pendaftaran, bukti pembayaran penulis serahkan penulis mendapat kartu BPJS yang di tunggu-tunggu, yang membuat penulis keki itu bentuk kartunya dari bahan kertas foto copi biasa yang di print bahkan kertas sudah di potong-potong sedemikian rupa dan masih ada sisa di potong oleh petugas tersebut secara manual di depan penulis....weleh...weleh, sempat ada kesalahan kemudian di untel-untel di masukan ke tempat sampah...hahaha, setelah di serahkan penulis, petugas pesan untuk langsung di laminating sendiri supaya tidak rusak, beda sama kartu anggota ibunda yang lebih dulu mendaftar selisih satu tahun-nan, kartu lebih kecil, bahan lebih tebal dan waktu di ambil sudah dalam keadaan ter laminating.

Setelah mendapat kartu BPJS, penulis menggunakannya sebulan kemudian dimana karena kecapekan penulis ambruk-bruk tidak bisa bangun dari tempat tidur, diantar tetangga ke UGD di RS di jalan Citarum Semarang, penulis di suntik dan istirahat di ruang UGD, sekitar satu jam di UGD kondisi sudah membaik, penulis menggunakan fasilitas BPJS tidak dikenai biaya apapun, penulis merasakan kegunaan menjadi anggota BPJS.

Beberapa minggu kemudian anak penulis yang masih balita menderita panas, muntah-muntah terus dan tidak mau makan, periksa ke dokter yang penulis pilih ketika mendaftar BPJS, anak penulis mendapat obat puyer dari  tempat praktek dokter itu juga, sesampainya di rumah, obat di minumkan selalu muntah-muntah, mungkin pahit meski sudah di campur gula atau madu, keesokan harinya karena anak belum berkurang sakitnya tapi tambah parah,  penulis kembali ke dokter tersebut, tapi dokternya bilang itu obat standar pasien BPJS, dokter-dokter lain pasti juga kasih obat tersebut, bahkan dokter tersebut bilang kalau belum membaik juga terpaksa opname nanti saya bikinkan surat pengantar, akhirnya penulis pulang dengan harapan memaksa anak bisa minum obat dan tidak muntah, tapi apa daya tetap aja muntah-muntah dan tidak kemasukan obat. 

Karena anak pertama, penulis dan istri panik, sudah malam tapi penulis ingat tetangga ada yang buka praktek sampai jam 09-10 malam, alhamdulillah masih buka sama dokter di periksa, ya Allah dokternya itu sabar dan kata-katanya membuat kita itu tenang, bilang ini tidak apa-apa, cuma radang tenggorokan, tidak perlu ke rumah sakit, dia memperliatkan perut anak penulis yang di cubit masih cepat kembali berarti belum kekurangan cairan, dan sebagainya penjelasannya menenangkan kita, terus dia menyarankan dikasih obat syrup yang rasanya lebih enak, sesampai  di rumah karena mungkin kecapekan nangis terus, anak pasrah di minumi obat alhamdulillah tidak muntah dan ajaib anak langsung tidur nyenyak sampai pagi, dan paginya sudah tidak panas meskipun masih susah untuk makan dan meski harus bayar periksa dan obatnya dokter sebesar Rp. 100 ribu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesehatan anak tercinta.

Setelah beberapa saat, gantian penulis yang sakit, kepala pusing muter-muter, mengingat pekerjaan penulis waktu itu baru sibuk-sibuknya, apa mungkin stress, malamnya penulis periksa dokter BPJS, ternyata penulis kena hipertensi, tekanan darah penulis 150/100, mungkin penulis disamping kecapekan dan di daerah tempat kerja penulis makanan yang paling enak adalah makanan padang jadi penulis tiap hari makan di situ meski dengan menu yang berganti-ganti itu salah satu yang menyebabkan hipertensi, setelah diperiksa penulis dapat obat, sesampainya di rumah penulis mau minum obat kaget, ternyata obatnya Antalgin yang nota bene cuma obat pusing dan di jual bebas di apotik-apotik, ini membuat penulis tambah bludrek, ngapain juga periksa dokter kalo cuma dapat obat seperti ini, beli aja di apotik nggak usah periksa, akhirnya penulis menyuruh istri membelikan obat hipertensi di apotik, penulis tahu obatnya karena ibunda penulis juga rutin minum obat penurun tekanan darah secara rutin tiap hari.

Disaat penulis sudah antipati ke dokter BPJS, ada pengumuman akan ada kenaikan iuran BPJS di kelas 1 dan 2, akan tetapi menunggu keputusan dari rapat DPR yang membahas kenaikan tersebut, dengar desas-desus DPR tidak setuju dengan rencana kenaikan tersebut, tetapi betapa kagetnya penulis ketika membayar iuran bulanan, ternyata biaya iuran bulanan sudah naik padahal penulis belum dengar ada kabar setuju atau tidaknya dari rapat anggota DPR tentang kenaikannya. 

Dengan tidak ada kenaikan aja, menilai tidak sebanding dengan obat yang penulis terima apalagi ada kenaikan maka penulis memutuskan untuk tidak membayar iuran selanjutnya, dengar nasehat teman katanya setelah 3 bulan tidak membayar akan di coret dari keanggotaan kemudian nanti 1 tahun kemudian mendaftar lagi tapi pindah ke kelas 3, beberapa bulan penulis di SMS penagihan pembayaran iuran memang sejak kecewa pelayanan kesehatan penulis dan keluarga sudah tidak periksa lagi di dokter BPJS jika sakit sehingga tidak masalah, penulis dan keluarga kalau sakit periksa di dokter tetangga meskipun keluar kocek sendiri rata-rata Rp. 100 ribu tergantung sakitnya sudah dengan obatnya.

Setahun berlalu, penulis pingin mengurus BPJS kembali ternyata peraturannya penulis harus melunasi tagihan bulan-bulan kemarin yang belum di bayarkan meskipun tidak periksa sama sekali di dokter BPJS yang ditunjuk, baru bisa mengubah status kelas atau turun ke kelas 3, laah....rak podho wae...wkwkwkwkwk, akhirnya penulis melupakan apa itu fasilitas BPJS, Alhamdulillah sampai saat ini penulis dan keluarga tidak terkena sakit yang mengeluarkan biaya besar dan doa penulis semoga penulis dan keluarga terhindar dari berbagai penyakit.....amiiin, harapan penulis semoga BPJS terus lancar meskipun penulis mendengar kabar fasilitas banyak yang dikurangi dan defisit sampai beberapa trilyun.

++++++++++++ ********* ++++++++++++




Tidak ada komentar:

Posting Komentar