Sabtu, 22 September 2018

Masa kecilku lebih bahagia daripada anak-anak sekarang.....

Boleh dikatakan masa kecil penulis adalah masa yang paling membahagiakan dalam hidup ini dan tak akan terulang kembali, bahkan sering penulis mempunyai khayalan bisa kembali ke masa kecil dulu, dimana hari-hari dilalui dengan penuh ceria, penuh tawa dan canda sedangkan semua urusan sudah di tangani oleh orang tua kita, tugas kita cuma main, belajar dan sekolah.

Dan dalam permainan ketika masih kecil penulis adalah kebanyakan bersifat kolosal atau masal, misalnya main bola, layang-layang, mancing, petak umpet dan sebagainya semua dilakukan bersama-sama dengan teman atau tetangga coba bandingkan dengan anak-anak sekarang kebanyakan di rumah, main sendiri-sendiri mereka main game komputer atau di hp, kalaupun mau ngobrol temen-temennya pakai sarana di medsos misalnya WA, Line dan lain-lain atau FB. Sekarang kalau hari libur tidak ada anak berseliweran main, bandingkan jaman penulis kecil, setiap hari libur baik pagi, siang malam suara teriakan anak-anak main mengisi setiap perkampungan, mereka bermain petak umpet, kejar-kejaran, lompat tali dan sebagainya.

Di dunia pendidikan, penulis melihat anak-anak sekarang seperti di perbudak oleh yang namanya sistem pendidikan. Dulu jaman penulis kecil belum ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini, penulis langsung masuk TK, hari-hari sekolah cuma bermain, bernyanyi dan bergembira, lama pelajaran sekolah paling cuma 2 jam, karena TK artinya Taman Kanak-kanak jadi ibaratnya masih kumpulan anak-anak untuk di persiapkan ke jenjang sekolah dasar. Penulis memperhatikan anak penulis sendiri yang masih sekolah di TK, mereka sudah dipaksa untuk bisa membaca dan menulis. Lebih gila lagi keponakan penulis yang baru masuk kelas 1 SD, di sekolah swasta favorit sudah ada pelajaran bahasa Inggris dan materinya penulis lihat seperti jaman penulis masuk SMP dapat pelajaran bahasa Inggris pertama kali, jam sekolahpun sampai sore hari, mungkin sampai rumah tinggal cepeknya saja, belajar juga sudah ngantuk apalagi mau main sama temen-temennya. Seperti cerita teman penulis yang anaknya setiap hari cuma kegiatan sekolah saja, mulai bikin tugas atau mengerjakan PR dan lain sebagainya, memang sekarang di terapkan 5 hari sekolah, hari Sabtu dan Minggu libur, tapi pada hari libur anak-anak malah cuma di rumah dikamar seharian tidur kecapekan selama 5 hari tenaga dan pikirannya di peras.

Penulis kadang kurang mengerti dengan pola jam sekolah sekarang, dulu sekolah waktu sekolah dengan hari libur itu seimbang, waktu penulis masih sekolah, jika libur panjang Seminggu pertama masih menikmati kebebasan tidak bersekolah  tapi Seminggu berikutnya mulai jenuh, bandingkan dengan sekarang jam sekolah memang di perbanyak tapi liburnya juga banyak, penulis sampai bingung memberi kegiatan anak supaya tidak luntang-lantung selama masa libur, bagi yang punya uang lebih mungkin piknik kemana-mana atau di ikutkan kegiatan-kegiatan, tapi yang punya uang pas-pas-an atau ortu pada sibuk sendiri-sendiri, anak malah keleleran kamana-mana nggak jelas kegiatannya, karena anak-anak sekarang tidak seperti anak-anak yang dulu bila libur pada kumpul main bareng.

Dampak jangka panjang penulis bisa meramalkan anak-anak malah jenuh dan bosan sekolah karena terlalu dipaksakan yang sebenarnya dia belum mampu dan jam untuk main selama masih masanya bermain untuk mencari hal-hal yang baru berkurang sehingga generasi sekarang dengan sistem yang diterapkan saat ini akan mencetak generasi instan dan generasi yang tidak peka dengan kondisi sosial atau kondisi sekelilingnya dengan kata lain menjadi generasi egois. Makanya penulis menyekolahkan anak nggak perlu sekolah yang favorit yang katanya  mencetak anak-anak pinter-pinter, disamping biayanya pasti mahal, penulis ingin anak tetep punya waktu untuk bermain sambil belajar, seperti masa kecil penulis dulu sehingga penulis ingin supaya anak juga merasakan kebahagiaan seperti masa kecil penulis dulu karena masa kecil adalah masa yang paling bahagia, tak akan terlupakan dan bakalan tak akan terulang kembali......


++++++++++  *** +++++++++

Jumat, 21 September 2018

Pengalaman di malam Hari Kartini yang menjengkelkan....

Di suatu malam penulis mengantarkan ibunda tercinta check up di dokter pribadinya karena paginya mungkin kecapekan dan telinganya berdenging terus, setelah di check ternyata tensinya tinggi sekali dan di beri obat dosis agak tinggi, sepanjang perjalanan pulang, ibunda masih biasa-biasa saja sampai mau mendekati rumah, beliau merasakan pusing dan kepalanya serasa berputar dan mutah-mutah terus menerus.

Sesampainya di rumah, penulis memanggil tetangga dan tetangga langsung tahu kalau ibunda penulis terkena Vertigo berdasarkan pengalaman tetangga yang punya pengalaman seperti ibunda penulis, penulis kalang kabut karena seumur-umuran penulis baru sekali ini melihat ibunda penulis mengalami hal seperti ini, makanya tetangga menyarankan di bawa ke UGD supaya ada penanganan lebih lanjut, dengan di antar tetangga penulis membawa ibunda ke UGD dan tetangga menyarankan di bawa di RS terdekat yaitu di RS di jalan Citarum, Semarang.

Sesampainya di RS, ibunda langsung di tangani di UGD rumah sakit tersebut, ibunda penulis di suntik dan di suruh rebahan di bangsal rumah sakit, ibunda penulis masih merasakan pusing katanya kepalanya muter pusing sekali dan masih muntah-muntah terus. Dokter jaga pada waktu itu dokter pria masih muda, mengatakan ibu penulis di suntik obat Vertigo, karena kondisi muntah-muntah sehingga efektif dan di suruh istirahat di Bangsal UGD. Selama ibunda penulis tiduran di ruang UGD penulis keluar masuk ruangan mengecek kondisi ibunda. sudah sekitar  Jam penulis menunggui ibunda, ngantuk-ngantuk di ruang UGD, penulis lebih senang berada di luar ruangan meski resiko di kepung nyamuk karena ruang UGD yang dingin dan tidak tega melihat yang masuk ke UGD, mulai dari orang tua, ibu-ibu yang mau melahirkan, korban kecelakaan yang berdarah-darah dan yang membikin penulis miris hatinya kalau melihat atau mendengar anak sakit menangis terus karena merasakan ketika anak penulis baru sakit nangis terus rasanya kalang kabut dan kebingungan.

Tepat tengah malam dokter jaga mengecek ibunda, tensi sudah mendekati normal, tapi ibu katanya masih pusing sekali, maklum seumur hidup baru pertama kali ini mengalami sakit seperti ini, dokter menjelaskan kalau Vertigo tidak perlu rawat inap, nanti akan sembuh seperti pusing biasa selama penyebab Vertigo tertangani dan dokter mempersilahkan istirahat lagi sampai kuat untuk pulang, karena penulis lihat ruangan UGD relatif sepi, cuma ada satu anak kira-kira berumur 1,5 tahun-an menangis terus, kurang tahu sakitnya apa, karena ruang rawat inap rumah sakit penuh, karena kita tahu pada waktu itu masih baru penerapan fasilitas BPJS, penulis lihat wajah dokter seperti kasihan sekali dan menyuruh suster menelepon rumah sakit lain mencari yang masih bisa melayani rawat inap, akhirnya ketemu di daerah RSUD ketileng, maka meluncurlah kesana naik taksi. Tepat pukul 2 pagi, penulis menanyakan ibunda bagaimana kondisinya, meskipun masih pusing kelihatan sudah agak membaik akhirnya penulis penulis ajak ibunda pulang, meski dengan  tertatih-tatih penulis papah ke parkiran mobil, tak lupa penulis ucapkan berkali-kali terima kasih pada dokter jaga waktu itu, dokter yang sangat baik sekali.

Ibunda penulis adalah type generasi orang jaman dahulu, jaman orang itu tangguh dan perkasa, orang bukannya tunduk pada penyakit tetapi penyakit itu dilawan, sudah beberapa dokter, tetangga, temen sampai anak-anaknya untuk menjaga kondisi, tetep saja kalau tidak di awasi atau kadang tanpa sepengetahuan melanggar sesuatu yang dilarang misalnya jangan kecapekan, tahu-tahu sudah di belakang rumah nyapu kebon, akhirnya ibunda terkena kembali Vertigo, kembali penulis bawa ibunda bawa ke UGD rumah sakit yang sama, penulis ingat sekali pada waktu itu menyambut hari Kartini mungkin malam 21 April karena penulis lihat baik dokter maupun perawat seperti mengenakan pakaian tradisional. Seperti prosedur yang dulu ibunda di suntik oleh dokter jaga, seorang wanita dan cantik. Seperti yang dulu Ibunda istirahat di bangsal UGD, sesekali perawat cek tensi yang pada waktu itu sudah di pasang monitor bahkan penulis bisa melihat sendiri tensinya. Penulis ingat sekali waktu itu pukul 12.30 malam, waktu itu penulis habis minum teh anget di warung seberang RS mengecek ibunda di datangi dokter jaga, dengan wajah tidak ramah sedikit memarahi penulis kenapa tadi di cari-cari tidak ada, di jelaskan penulis baru minum teh di seberang sambil nonton bola Liga Spanyol, Dokter tersebut mengatakan tensi sudah normal, ketentuan UGD adalah 2 jam harus keluar, ketika penulis tanya ke ibunda katanya kepalanya masih pusing sekali, buat bangun tidak bisa bahkan mau muntah kalau bangun, penulis minta tempo supaya ibu agak baikan sebentar, dokter tersebut ngloyor pergi begitu saja. Penulis beranggapan ibunda masih belum bisa bangun dan kebetulan ruang UGD malah kayak kamar mayat, sepi cuma ada satu pasien yang mungkin seumuran ibunda penulis.

Penulis tinggal keluar karena memang penulis wong ndeso nggak tahan dengan dinginnya AC, sekitar 15 menit penulis di panggil oleh suster, katanya seperti kata dokter tadi sesuai aturan ibunda harus keluar dari ruang UGD, penulis membangunkan ibunda untuk mengajak pulang, ibunda katanya jangankan berjalan, bangun aja seperti bumi ini berputar kencang, akhirnya penulis menghadap dokter dan perawatnya, minta sarannya dengan sama-sama wajah nggak ramah intinya ibunda disuruh keluar ruang UGD karena sudah diberi obat tinggal penyembuhan, katanya kalau masih pingin di RS ya harus rawat inap, oke penulis bilang minta ibunda di rawat inap, meskipun cantik tapi kelihatan sinis bilang nggak ada ruang yang kosong, kalau mau rawat inap di suruh cari  sendiri ke rumah sakit-rumah sakit yang masih tersedia, penulis jadi teringat tadi ada pasien yang di UGD kebingungan tidak dapat kamar seperti di usir dari UGD, sampai ketika keluarganya masih mencari-cari ruang rawat, yang sakit di taruh di kursi ruang tunggu dan akhirnya akhirnya memutuskan di bawa pulang saja naik taksi........aduuuh.

Penulis jadi ingat cerita temen mungkin itu karena pakai fasilitas BPJS jadi dibikin seperti itu maka penulis mengikuti saran teman untuk naik kelas jadi penulis tombok, tapi tetap tidak mempan katanya semuanya penuh, akhirnya penulis nantang kalau gitu nggak usah pakai fasilitas BPJS, saya bayar berapapun dengan nada agak tersulut emosi, dokternya malah pura-pura pergi ngecek pasien dan susternya menuju bangsal ibunda membuka gordennya seakan-akan mengusir ibunda untuk keluar ruangan.  Karena jengkel penulis akhirnya memutuskan memaksa ibunda pulang seperti pasien tadi, meskipun ibunda masih kesakitan masih sangat pusing belum bisa bangun, setelah penulis jelaskan duduk persoalannya akhirnya ibunda mengerti, dengan susah payah penulis mengangkat ibunda sendiri tanpa ada yang bantu, susternya pura nulis-nulis, beruntung masih ada bapak Satpam jaga membantu mengangkat ibunda dari bangsal dengan mata masih terpejam karena kalau dibuka matanya pandangan berputar-putar dan dengan kursi roda membawa ibunda ke luar ruangan, rasa emosi ini luluh melihat bapak Satpam dengan tulus, sopan dan hati-hati membantu mengangkat ibunda masuk ke mobil.

Di perjalanan pulang meski katanya masih pusing sekali, ibunda tanya-tanya mengenai dokter dan perawatnya, penulis menceritakan semuanya, sambil ngedumel ibunda bilang dokter cantik dan perawatnya juga wanita, di hari kartini pula kok tidak punya belas kasihan dan hati nuraini sama seorang wanita yang sudah tua, kalau memang itu peraturan bagaimana bila terjadi pada ibunya? wong dokter yang pria dulu mendispensasi bahkan sampai 2 jam-an untuk memberi kesempatan supaya kondisinya sedikit membaik untuk pulang, mungkin kecuali kondisi ruang UGD overload pasien, kalau itu sih penulis memaklumi, akhirnya penulis pun berpesan agar ini yang terakhir kali untuk piknik ke sana.....meski sesudah peristiwa itu ibunda masih beberapa kali terserang Vertigo karena ibunda tidak kapok-kapoknya nantang penyakitnya, penulis malah jadi paham perihal penyakit ibunda malah seperti jadi dokter pribadinya karena bisa menanganinya sendiri tanpa harus ke RS ketemu dokter dan perawat sialan itu dan Alhamdulillah ibunda sudah sangat jarang sekali terkena Vertigo lagi...............

++++++++++  ***  +++++++++

Rabu, 19 September 2018

Kenapa aku tidak ngefans dengan presiden yang sekarang?

Dalam falsafah hidup penulis tidak ada dalam kamus benci sama seseorang, paling mentok penulis menjauhi orang yang tidak penulis sukai. Saat ini perkembangan teknologi informasi begitu pesatnya, banyak media-media untuk berkeluh kesah, curhat, narsis, kritik dan sebagainya via on line dan bisa di baca semua orang, tidak seperti dulu orang hanya terbatas tempat penyampaiannya dan medianya yang digunakan. Penulis selalu menyampaikan pendapatnya dari sumber yang di dengar, dilihat dan di rasakan sendiri bukan karena dari sumber lain, makanya penulis menyampaikan dengan sebenar-benarnya bukan yang ngetren saat ini dikatakan HOAKS atau penyebar kebencian karena penulis tidak akan membenci seseorang atau mau di benci orang lain..

Ada temen yang menanyakan, kenapa penulis selalu menulis seperti tidak menyukai pemerintahaan yang sekarang atau lebih detail Presiden yang sekarang? Penulis pasti punya latar belakang kenapa penulis kurang sukan dengan presiden yang sekarang ini dan penulis akan menjawab sebab-sebabnya ada 2 hal:
Pertama adalah partai pengusungnya, hal ini di sebabkan faktor sejarah di waktu kecil penulis selalu mengikuti atau menonton kampaye, pada waktu itu masih ada 3 partai pengikut pemilu dimana memang pada waktu itu Alm. Ayahanda penulis bekerja di BUMN sehingga di arahkan memilih partai gambar Beringin. Di acara kampanye partai bergambar beringin dan Kabah, penulis melihat masih santun-santun meski pakai motor yang meraung-raung atau berdandan neko-neko sambil teriak-teriak, giliran kampanye partai bergambar Banteng, penulis waktu kecil dibikin takut bagaimana penampilan bak para preman, garang-garang dan brutal kadang menyerang orang-orang yang bersebrangan, hal ini termemori sampai sekarang, Penulis tidak menyukai Partai ini, padahal partai ini adalah partai pengusung presiden sekarang ini.
Kedua, penulis pernah di juluki anak ajaib sama Alm. Bapak penulis karena di saat umur penulis menginjak 5 tahunan, motor  alm. bapak, pada waktu itu Suzuki FR75 mesin masih 2tak susah di hidupkan, penulis menyarankan mengganti busi tapi Alm. bapak tidak mengindahkan alasannya di cek masih ada percikan apinya, penulis tetep memaksa suruh ganti businya, akhirnya alm. bapak penulis mengalah beli busi baru dan di hidupkan mesin motor bisa nyala. Tidak itu saja penulis sering sudah memeperlihatkan bakat di bidang mesin kendaraan dari SD, bisa naik motor kelas 4 SD perlu kita ketahui pada jaman itu yang punya kendaraan bisa di hitung dan pada kelas 6 SD sudah bisa men-stater mobil, memang secara sembunyi-sembunyi mobil dinas Toyota Hartop, penulis bisa lancar menyopir mobil kelas 1 SMA. Waktu SMA penulis mengutak-utik motor di bikin eksperimen bahkan pernah mempreteli motor sampai sekecil-kecilnya karena penasaran dan banyak yang tidak bisa kembalikan sendiri terus di bawa ke bengkel sampai kena marah Alm. bapak penulis...hahaha.

Memang penulis punya bakat di mesin dari kakek atau ayah Alm. ayahanda yang waktu itu kerja montir di pabrik yang di kuasai Belanda, juga dari silsilah Ibu, om penulis juga bakat di mesin kerja di mesin-mesin pabrik, Saking senengnya sama mesin kendaraan, penulis sampai pernah kursus montir di jalan Thamrin, Semarang, maka setelah lulus SMA penulis ingin melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Mesin dan ketika lulus penulis mendaftar di semua Fakultas mesin, mulai dari UNDIP, UGM, Politeknik Semarang dan ATMI Solo, baik S1 maupun D3 tapi tidak ada yang di terima, penulis pernah kuliah di Fakultas teknik mesin di Universitas Muhamadiyah Surakarta, tapi mengundurkan diri, kemudian penulis kuliah Teknik Perkapalan FNGT Undip Semarang, juga drop out karena memang penulis tidak bakat menggambar tehnik padahal di situ penjurusannya merancang bangun sebuah kapal, sehingga harus bisa merancang kapal dengan menggambarnya dulu seperti tehnik sipil yang merancang suatu bangunan dan tahun berikutnya malah kuliah di Fakultas Hukum Undip, semakin jauuuh dari harapan...hehehe.

Dari cerita penulis di atas tentang kesukaan penulis tentang mesin baik mesin motor maupun mobil dan bagaimana susahnya mau kuliah di Fakultas Tehnik Mesin kemudian ada orang yang mau bikin mobil sendiri, sebenarnya penulis senang ada lonjakan negara kita bisa mobil sendiri, tapi yang bikin kecewa kok melalui anak-anak ESEMKA, bukannya penulis merendahkan adik-adik ESEMKA, sampai dimana kemampuannya membikin mobil sendiri? yang mengherankan orang yang punya ide malah di elu-elukan setinggi langit, penulis cuma bilang dalam hati iki khayal dan muluk-muluk bahkan yang punya ide ini sampai bisa menjadi seorang presiden, makanya sampai sekarangpun penulis tidak demen meski di posting temen-temen memaparkan keberhasilan-keberhasilan di bawah kepemimpinannya.

Perlu digaris bawahi, penulis tidak punya maksud menjelek-jelekan beliau, karena beliau sampai menjadi seperti saat ini melalui perjuangan panjang dan berliku. Penulis menghargai apa-apa yang sudah beliau curahkan demi negara tercinta ini, meski kadang prilaku beliau neko-neko, ingat nasib negara tergantung pada dirinya, ya cuma itu meski temen-temen penulis banyak yang mengelu-ngelukan beliau, sampai memusuhi teman-teman yang mengkritik kebijakannya, yang bisa penulis katakan mereka itu kekanak-kanak-an padahal kita mengkritisi kebijaksanaan beliau bukan secara pribadi, mengenai harga-harga yang mahal, kenaikan BBM dan lain-lain, coba kita bandingkan dengan pemerintahan sebelumnya di bawah kepemimpinan pak Susilo Bambang Yudoyono alias pak SBY, ketika beliau menaikan harga BBM tidak seberapa tingginya, sudah di demo besar-besaran, pada bakar ban dan mengganggu kepentingan umum, tidak sampai di situ saja, para pengritik menyerang pribadi pak SBY bahkan menyamakan beliau dengan seekor kerbau....Astagfirullah hal azim......makanya dari itu penulis tidak mengelu-ngelukan dan memuji-muji setinggi langit  atau membenci yang menjadi presiden yang sekarang,  penulis biasa-biasa saja nggak berlebihan.


++++++++++++   *** +++++++++++

Senin, 17 September 2018

Aku kangen jaman Pak Harto.....

Penulis lahir tahun 1970-an, ketika lahir dengar cerita dari ibunda tercinta, kondisi Indonesia pada saat penulis lahir sudah membaik setelah pak Harto menjadi presiden, kita tahu Indonesia mengalami masa kegaduhan pada tahun 1965 dengan adanya Gerakan 30 September 1965 atau yang lebih kita kenal G30S PKI.  dari tahun 1965Alm. bapak penulis sempat nganggur beberapa tahun karena tempat kerja beliau sebelumnya di Bank Bapindo, dikuasai oleh PKI, hal ini dikarenakan pejabat-pejabat tingginya di bank tempat ayahanda bekerja bergabung dalam PKI dan Alm. Bapak tidak menyukainya kemudian mengundurkan diri kemudian kembali ke rumah kakek di desa Polanharjo, Klaten dan sementara membantu kakek bertani.

Setelah penulis lahir, alm. bapak diterima kerja di Pabrik Karung Goni Delanggu, Klaten dan mulai saat itu perekonomian keluarga menjadi membaik, mungkin penulis lahir di kondisi sedang berkembang di bawah kepemimpinan pak Harto sehingga penulis merasa hidup jaman itu benar-benar aman, tentram dan sejahtera.
Di dunia pendidikan, penulis merasakan hidup itu seperti berjalan di jalan yang lurus, mulai SD, SMP, SMA sampai kuliah, penulis merasakan selama menempuh pendidikan merasa enjoy. Di bidang perekonomian pun kita merasakan bagaimana perekonomian mengeliat begitu pesatnya, karena pembagunan ada landasannya yaitu Repelita dan GBHN. Dulu orang itu semua ada aturannya atau pakemnya tidak seperti jaman sekarang apa-apa bebas dan semrawut ora karu-karuan bin sak karepe dhewe, mungkin yang ini yang disebut reformasi yang melenceng dari tujuannya.

Dulu negara kita sangat di hormati dunia bahkan menguasai di tingkat ASEAN, sekarang jangankan dengan Malaysia atau Thailand, dengan negara Vietnam saja negara kita sekarang mungkin sudah ketinggalan. Dulu jaman pak Harto meski pembangunan dimana-mana, akan tetapi tidak lupa dasar negara kita negara agraris dimana tetap memajukan pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan. Penulis dulu hampir kuliah di Fakultas Pertanian di Yogya, dimana pada waktu itu banyak orang asing yang belajar pertanian di Yogya, kita lihat sekarang, mata pencaharian jadi petani banyak dijauhi oleh generasi sekarang, generasi sekarang pinginnya yang instans, kerja yang ringan dan di kantoran. Kemana lulusan fakultas pertanian? banyak yang milih jadi sales daripada turun ke sawah. Mereka nggak pada ingat, kita tiap hari makan nasi, sudah pada lupa jaman pak Harto dengan Klompencapirnya, dunia pertanian masih diperhatikan. kalau sekarang pertanian jeblok bagaimana? ya impor beras, kalau nggak ada uang bagaimana ? ya utang lah....gitu aja kok repot...hahaha

Di bidang pembangunan, penulis merasakan bagaimana pesatnya pembangunan waktu itu, dulu di desa tempat nenek penulis tinggal, jalan seperti kali mati, penerangan rumah masih menggunakan petromaks, kemana-mana  pada malam hari masih pakai obor, kalau naik motor pada malam hari, sinar lampunya seterang sinar matahari, karena sinar satu-satunya, televisi sekampung hanya punya satu, itu saja masih hitam putih dan masih pakai Aki sumber dayanya, jadi kalo Aki hampir habis stroomnya gambar tinggal separoh, tapi semenjak kepemimpinan pak Harto pembangunan dimana-mana, jalan sudah di aspal semua, listrik sudah masuk desa, makanya pak Harto di beri gelar BAPAK PEMBANGUNAN NASIONAL.

Dibidang Olah raga, Indonesia dulu selalu unggul dari negara-negara ASEAN, dunia pertahanan dan keamanan, Indonesia di segani di dunia Internasional, di dunia teknologi, Indonesia mampu membikin pesawat sendiri, di dunia perekonomian, masih ingat dengan pengumuman menteri penerangan Bapak Harmoko, harga cabe kriting, kol tampa daun dan sebagainya, jaman pak harto harga-harga terkendali dan untuk kebutuhan pokok masih sangat terjangkau, bandingkan dengan sekarang, cabe, telur, beras dan sebagainya kadang melonjak tidak terkendali.

Menurut ceramah pak Ustad, manusia mahkluk yang tidak sempurna dan tempatnya salah, begitu juga dengan pak Harto, andai saja waktu beliau mempunyai niat mengundurkan diri dengan tegas beliau laksanakannya mungkin jasa-jasa beliau selama 30-an tahun membangun negara kita tidak akan di lupakan begitu saja, kadang penulis jengkel dengan anak-anak ingusan yang menjelek-jelekan Alm. pak Harto, kalau di pikir dia bisa hidup seperti saat ini karena jasa pak Harto, bahkan presiden yang sekarang ini dulu jaman pak Harto menikmati masa kuliah, coba kalau negara kita tidak di pimpin pak Harto, mungkin malah nggak bisa jadi presiden seperti saat ini.....

Dulu penulis juga ikut-ikutan mendukung beliau untuk turun menjadi presiden, pada waktu itu penulis melihat orang di sekeliling beliaulah yang membikin kondisi negara menjadi memburuk, akan tetapi setelah sekian tahu tidak dibawah ke pemimpinan beliau, penulis kangen akan jaman kepemimpinan pak Harto dan penulis bisa katakan " Masih Enak Jamanmu pak"........................................


++++++++++++  ****  +++++++++++

Minggu, 16 September 2018

Temen karibku cuma mau pamit......

Foto kenangan waktu SD thn 1983 di SDN1 Delanggu, Klaten
Kejadian seperti penulis di pamiti temen yang selama hidup akrab dengan penulis, kejadian pertama, pada waktu SD di SDN1 Delanggu, Klaten penulis mempunyai teman sangat akrab, nama yang penulis ingat bernama Mindriatmoko dan panggilannya Kokok, hampir tiap hari ketemu main mulai dari pagi dia selalu panggil-panggil untuk berangkat ke sekolah bareng, kalau sore kita biasa sepedaan, main layang-layang, main bola dan  sebagainya, yang jelas kemana-mana kita selalu bersama.

Sampai menginjak SMP, kita masih satu sekolahan yaitu SMPN 1 Delanggu bahkan satu kelas. Hingga perjalanan waktu  penulis berpisah dengannya pada waktu kelas 2 mengikuti ortu pindah ke Semarang tahun 1984, sebelum berpisah penulis masih ingat mendapat pesan dari Kokok  jangan lupa sama dia kalau sukses di tempat yang baru.

Beberapa tahun kemudian setelah penulis sudah menyesuaikan dengan situasi di Semarang yang sangat berlainan dengan situasi di Delanggu, pada tahun sekitar tahun 1991-1992 penulis menginjak masa kuliah, ada perasaan aneh, penulis selalu memimpikan waktu masa kecil dan selintas wajah-wajah teman ketika masih kecil, disitu ada wajah Kokok yang tertawa-tawa seperti kita dulu, maka penulis kangen sekali suasana kecil dulu pingin mengunjungi tempat-tempat masa kecil dulu di Delanggu, kebetulan letak rumah nenek penulis dekat sekali dengan Delanggu, yaitu Polanharjo, Klaten. 

Tibalah penulis memenuhi hasrat melepas kangen di Delanggu, penulis mengunjungi Sekolahan SD tempat sekolah dulu, SMP, bekas rumah dinas dan sebagainya, tak lupa pingin ketemu soib karib dulu waktu kecil, moga-moga di rumah khan ini hari minggu, pikiran penulis masih ingat nggak ya? mosok baru beberapa tahun sudah lupa, wajahnya seperti apa sekarang, penulis jadi penasaran, di depan rumahnya selokan depan rumah masih seperti dulu yang airnya deras tempat kita main air dan kapal-kapalan, ayun-ayunan, dan sebagainya, tapi kok sepi sekali, jangan-jangan pada pergi. akhirnya penulis mengetok pintu rumah, yang membukakan penulis masih ingat sekali, ini adik bungsu kokok yang dulu ngikut kemana kita main namanya Agung, Penulis basa-basi tanya masih ingat nggak sama penulis, dia jawab lupa, mungkin masih kecil waktu itu kemudian penulis tanya kakaknya, dia menatap ke penulis, dia tanya ke penulis apa belum dengar kabar? Mas Kokok sudah meninggal 8 bulan yang lalu......bagai di sambar petir di siang bolong, penulis kaget sekali, memang selama ini komunikasi belum semaju sekarang jadi kabar seperti ini sangat susah di sampaikan apalagi sudah lama tidak ketemu, penulis tanya kenapa, katanya kecelakaan waktu boncengan sama temen sekolah juga penulis kenal ikut meninggal dalam kecelakaan tersebut jadi ingat dulu masa kecil kokok sering manas-manasi penulis kebut-kebutan pada waktu itu penulis naik motor Yamaha Super Delux tahun 1982 atau Yamaha robot....😢😢😢

Kejadian kedua, penulis mempunyai temen satu kelas di SMAN2 Semarang,  bernama Ahmad Sartono, orangnya ceria, penuh humor dan obyek penderita kalau gasak-gasakan sesama teman, karena rambutnya kribo maka temen-temen manggilnya Sulak. Setelah lulus dia melanjutkan usaha ortunya jualan peralatan kerja seperti paku, skrup, cat dan lain sebagainya di pusat PKL Barito, Semarang. Setelah lulus pada waktu masa nganggur, luntang-lantung, penulis sering main ke situ, ngobrol-ngobrol, kadang minta bantuan perbaiki motor atau mobil. seiring berjalannya waktu penulis sudah sibuk-sibuknya dengan pekerjaan, sudah jarang main atau mampir ketempatnya meskipun sering lewat depan tokonya, bahkan sering lihat dia masih main sama anaknya di depan tokonya.

Sepanjang tahun 2013, setiap penulis lewat depan rumahnya toko yang setahu penulis semenjak di tinggal ke dua orang tuanya memang mengalami kemunduran yang sangat cepat, barang-barang sudah hampir habis mungkin tidak bisa mengelola manajemennya, semenjak menikah punya anak seperti tidak serius mengurusi tokonya lagi, saat ini tambah sepi lagi dan penulis merasa kasihan sekali, dulu pernah penulis minta bantuan ngecat mobil yang terserempet, penulis kasih uang dia sangat tegas tidak mau menerima padahal penulis tahu dia butuh uang, akhirnya penulis kasih ke istrinya. Beberapa hari waktu itu,  penulis selalu terbayang wajahnya juga rasa bersalah penulis ketika menikah kelupaan tidak mengundangnya 3 tahun yang lalu padahal banyak temen-temen SMA penulis undang, akhirnya penulis memutuskan main ke sana sambil memperkenalkan istri penulis, yang dulu waktu jomblo penulis sering curhat kepadanya.

Tiba di depan tokonya, ketemu istrinya kelihatan kaget banget kedatangan penulis, penulis tanya apakah suaminya ada, jawabnya mas Sartono SUDAH pergi, penulis belum ngeh, penulis tanya lagi, kemana? jawabnya sambil nangis terisak-isak, Mas Sartono sudah meninggal 4 bulan yang lalu, saya mau ngabari njenengan dan teman-teman lain almarhum tidak tahu nomernya, Mas Sartono sakit tidak dirasakan, dikira cuma sakit perut biasa ternyata sakit lever parah, almarhum cuma seminggu di RS terus meninggal, bahkan tetangga-tetangga sini malah banyak yang belum bezuk selama dia sakit. Innalillahi wa Inaillahi Rojiuun.........Penulis mendengarkan ceritanya seperti patung karena kaget dan tidak percaya, orang yang murah tawa, ceria dan penuh humor pergi begitu cepatnya meninggalkan kita untuk selama-lamanya, akhirnya penulis pulang dengan membesarkan hati istrinya untuk tabah, karena sudah suratan hidup, karena hidup dan mati sudah di atur olehNya.

Begitulah penulis 2 kali di pamiti temen yang akrab selama masih hidup, tanpa kata-kata langsung, karena tidak mungkin orang sudah di alam akherat tidak bisa berkomunikasi lagi di alam fana ini, seperti penulis mengutip isi wejangan singkat di pemakaman kakek istri sebelum doa kepada arwah almarhum dan meninggalkan makam........hari ini kamu mendahului mati, besok mungkin saya atau yang hadir di sini akan juga mati karena semua orang pasti akan mati dan menghadapmu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya selama masih hidup.


++++++++++  *****  +++++++++++

Sabtu, 15 September 2018

Mengenang masa KKN UNDIP tahun 1995 di Suradadi, Tegal

Kegiatan perkuliahaan yang sangat penulis kenang dan mempunyai banyak kenangan manis adalah masa Kuliah Kerja Nyata (KKN), dimana penulis di tempatkan desa Bojongsana, Kecamatan Suradadi, Tegal. Kenapa sangat berkesan karena berbagai kejadian yang cuma diberi waktu 2 bulan di lokasi KKN, suka dan duka kita jalani bersama, bersama teman satu lokasi yang sebelumnya belum saling kenal karena berbeda fakultas saling bahu-membahu mengisi hari-hari dengan kegiatan membaur dengan masyarakat yang baru kita kenal juga. 

Beda dengan mahasiswa-mahasiswa sekarang, KKN kok di kampung penulis, padahal Kelurahan dimana penulis tinggal pernah menyabet Kelurahan terbaik di Indonesia, terus apa manfaat KKN bagi mereka dan penduduk sekitar ya ? atau sekarang KKN cuma sebagai kegiatan formalitas untuk menjadi Sarjana, bukan seperti jaman penulis kuliah, kegiatan KKN benar-benar menempa mahasiswa sebelum masuk ke dunia nyata setelah lulus kuliah.

Penulis bersama 8 orang, terdiri 3 cewek dan 6 cowok mahasiswa berlainan fakultas, sehingga total ada 9 mahasiswa menempati rumah pak Lurah desa Bojongsana, kec. Suradadi, Tegal. Di sinilah penulis merasakan sesuatu yang tidak pernah penulis rasakan dibawah arahan pak Lurah yang baik hati, kita merencanakan kegiatan, makan bersama satu meja, diskusi dan saling berbagi cerita dari berbagai perbedaan, suka dan duka kita lalui bersama  menjadi sesuatu yang tidak akan  akan terulang lagi. 



 Karena kekompakan kitalah baik tingkat desa maupun tingkat kecamatan, tim kita mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat  dan kita sangat di hormati penduduk sekitarnya, kegiatan-kegiatan  kita lalui, mulai dari ikut pengajian, penyuluhan-penyuluhan, ikut memeriahkan pesta kemerdekaan RI, memang kegiatan KKN kita bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan kita, mulai dari lomba-lomba, pawai pentas seni, upacara bendera, juga pembangunan sarana fisik misalnya membangun WC umum karena penduduk sekitar masih buang air besar di pantai-pantai sehingga membuat pantai jorok atau pengaspalan jalan kampung dan sebagainya.

Pepatah mengatakan ada perjumpaan pasti ada perpisahaan, disaat kita sudah sangat dekat sekali baik dengan sesama teman maupun masyarakat sekitar, waktulah yang memisahkan kita, penulis mempunyai ide supaya kita terkenang dengan kegiatan KKN di desa ini mengadakan pentas seni perpisahan. Mulailah dibentuk panitia, kita bentuk panita perpisahaan, ada yang bagian pendanaan dimana mencari sumbangan atau sponsor dari perusahaan-perusahaan sekitarnya. Penulis kebagian tugas bagian acara, mulai dari mengundang salah satu group band Semarang sebagai bintang tamu yang baru naik daun pada waktu itu, bernama Big Jum, kebetulan salah satu personel teman akrab penulis juga KKN satu wilayah, di Kecamatan Suradadi, Tegal akan tetapi berlainan desa.

Karena penulis juga mengisi acara, maka penulis juga harus latihan di Semarang berhubung group sudah terbentuk dan sudah pada paham lagunya tinggal berangkat ke Tegal, penulis membawa alat-alat musik sendiri dari Semarang bahkan penulis yang kemudikan sendiri pick up yang mengangkutnya, di sekitar daerah Kendal, pick up penulis di hentikan polisi, setelah tahu isinya alat musik buat KKN Undip, polisi baik hati mempersilahkan melanjutkan perjalanan. sesampai di Tegal, penulis juga ikut bantu-bantu pasang alat musik. Pada malam harinya tibalah pentas perpisahaan di selenggarakan mulai dari sambutan-sambutan, ucapan terima kasih dari aparat pemerintah setempat kepada peserta KKN, sambutan wakil dari peserta KKN, dilanjutkan dibuka group musik setempat, kemudian dari peserta KKN yang di wakili group penulis dan di tutup bintang tamu, yaitu Big Jum.  Setelah acara selesai tepat tengah malam, penulis juga ikut mencopoti panggung mengkoordinir pengembalian semua peralatan, karena besok harus sudah kembali ke semarang. Di situlah penulis bener-bener tidak akan melupakan apa yang telah penulis kerjakan bersama teman-teman dan masyarakat sekitar. Sampai pada hari dimana pelepasan semua peserta KKN, masyarakat sekitar seakan-akan masih belum mau berpisah bahkan bu lurah dan salah satu anaknya yang sangat akrab dengan kita  menangis tersedu-sedu saat melepas kita pulang ke daerah masing-masing. 

Setelah masa KKN selesai penulis ngebut membuat skripsi guna cepet lulus untuk segera menyelesaikan masa kuliah, akan tetapi beberapa bulan setelah perpisahan KKN, penulis masih kangen dan masih main ke desa tempat KKN beserta teman-teman mengunjungi lokasi KKN dulu kadang bermalam di sana dan tuan rumah masih menerima dengan tangan terbuka. Bersama berjalannya waktu sudah pada mempunyai acara sendiri-sendiri, kita sudah tidak pernah mengunjungi lagi, hanya kalau kebetulan penulis ada perjalanan melewati daerah sekitar situ, baik naik kereta, bis atau mobil pribadi dan meskipun kondisi malam gelap gulita penulis masih menyempatkan melonggok atau melihat lokasi KKN dulu,  penulis masih mengenang betapa indahnya masa-masa waktu itu.
   

Mungkin suatu saat ada yang membaca tulisan ini dan menjadi peserta KKN seangkatan penulis atau warga desa Bojongsana, kecamatan Suradadi Tegal maka penulis bilang :

  "I miss you all".......😍😍😍😍😍

++++++++++++  💙  ++++++++++++

Kesan dengan Bule Afrika Selatan.....

Pada tahun 2013, penulis punya koneksi orang Afrika Selatan, biasanya penulis ragu orang-orang dari benua itu bermotif penipuan, misalnya mau inves butuh orang yang menangani uangnya atau mau pesan barang seakan-akan kemarin sudah setuju negosasinya dan lain sebagainya. Setelah kontak-kontakan beberapa kali via e-mail, akhirnya disepakati akan bertemu di kota penulis yaitu di kota Semarang, Jawa-Tengah. 

Seminggu kemudian penulis di kontak via handphone bahwa dia sudah sampai di Semarang, menginap di hotel Gumaya, dengan semangat 45 penulis menuju mobil jadul di garasi, cuaca pada waktu itu musim hujan dan hujan tiap harinya, penulis men start mobil....walaaaah akinya ngandat maklum sudah waktunya jajan, setelah usaha beberapa kali tidak bisa, penulis memutuskan mau naik taksi tapi kok membutuhkan waktu, akhirnya atas usul ibunda bagaimana kalau di dorong karena posisi garasi penulis memang jalan agak menurun, akhirnya hanya dengan tenaga 2 wanita perkasa, ibunda dan istri tercinta mobil di dorong dan mesin hidup.....Alhamdulillah bersamaan hujan turun dengan derasnya penulis meluncur ke Hotel Gumaya, diperjalanan penulis pikirannya kacau balau, mikir hujan yang nggak berhenti-berhenti, banjir dimana-mana, memang penulis terjang bak off roader, nek macet piye ??? apalagi yang mo di temui orang Afsel, bayangan penulis orangnya besar, item dan cuma kelihatan giginya.....hiiii apalagi negaranya terkenal dengan angka kriminalitas yang tinggi menurut cerita teman yang pernah ke sana.

Sesampainya di Hotel, penulis parkir di tempat yang disediakan maklum masih tertib sekali karena setahu penulis hotel baru 1 bulanan di resmikan, penulis kontak yang bersangkutan dari tempat parkir dan mau ketemu di lobby, karena letak parkir mobil jauh dari lobby, penulis punya niat memindahkan mobil lebih dekat karena hujan turun cukup deras, pas mobil mau di start, waduuuuuh...ngandat lagi.....mampuuuusss gue...akhirnya penulis memutuskan lari-lari kehujanan ke lobby hotel, nasib...nasib...sial bener hari ini....

Sesampai di lobby dengan baju sedikit basah yang dicari penulis kok tidak ada, barulah ketika penulis telepon yang mengangkat tidak seperti yang dibayangkan, ternyata orangnya memang tinggi besar tapi kulitnya jauuuuh lebih putih dari penulis alias bule....hahaha, kemudian kita ngobrol di Lobby, dia cerita bahwa dia meneruskan usaha orang tuanya turun-temurun di usaha furniture , mempunyai pabrik yang besar di  Afsel, maksud kedatangan dia ke sini mencari produk decking kayu khas Indonesia, yaitu Bangkirai. Katanya dia sudah mengunjungi pabrik-pabrik di Semarang, dia juga tanya penulis detail mengenai usaha penulis bahwa usaha kecil-kecilan dan biasanya juga mengerjakan produk yang kecil-kecil karena tidak punya modal besar. Alhamdulillah dia percaya sama penulis kalau hujan seperti ini banjir dimana-mana bahkan penulis cerita dengan membesar-besarkan kondisi bahwa jalan ke pabrik sudah banjir macet lagi, kalau dia ngajak nengok ke pabrik penulis, mosok dia di suruh dorong mobil dulu apalagi pabrik penulis khan cuma nebeng pabrik punya orang.....hahaha

Sambil ngajak maksi alias makan siang, karena Hotel masih baru penulis ngikut aja apa yang dia ambil karena bingung makanannya aneh-aneh, dengan harapan tidak seperti di film Warkop, di ikuti ternyata makanan yang dia ambil dikasihkan kucing...wkwkwkwk, dia tanya-tanya banyak mengenai kualitas barang, harga dan pabrik mana yang rekomended untuk kerjasama, makanya penulis menjelaskan semua pabrik-pabrik yang ada di Semarang dengan kualitas yang baik. penulis juga punya kesempatan tanya-tanya tentang negaranya, memang di sana kriminalitas tinggi sekali tapi di daerah-daerah tertentu di garis kemiskinan kebanyakan penduduk asli yang berkulit hitam, keamanan memang super ketat karena banyak orang nekat, pembunuhan dimana-mana, dia cerita anak masih satu mungkin seusia anak penulis, bahkan dia tidak pelit menunjukan foto-foto di laptopnya, foto pabriknya, produknya, keluarganya dari ayah ibu, istri dan anaknya, ketika penulis tanya dirumah banyak bulu dan kepala hewan yang diawetkan, katanya dia punya lisensi berburu tapi terbatas setahun hanya boleh menembak 3 ekor saja kalau lebih dendanya tinggi sekali dan sebagainya.

Setelah sekian lama penulis ngobrol, sudah tidak ada pertanyan lagi dan waktu sudah sore, dia tanya dimana bisa menukar mata uang Dollar ke Rupiah, mungkin pikir penulis dia mau jalan-jalan atau belanja di Semarang dan menurut Satpam di seberang ada bank atau kantor apa gitu, penulis lupa  mungkin bisa menukar di sana,  masih dalam suasana gerimis penulis lari-lari dengannya ke seberang jalan ternyata tidak melayani penukaran uang, akhirnya penulis dan dia kembali ke hotel, penulis menyarankan ditukarkan saja ke money changer, kemudian dia menuju bagian administrasi hotel, mungkin tanya-tanya mau ke money changer, ternyata di bagian administrasi mau menukar uang dollar, pikir penulis sudah tidak ada masalah, mau pamit.  Sambil menjabat erat tangan penulis, mengucapkan terima kasih dia memasukan uang ke saku penulis, waktu penulis tanya ini uang buat apa, mau dibelikan apa ? Dia menjawab uang ini buat penulis karena telah membantunya memberi saran-saran dan info-info, penulis baru sadar dan menolaknya karena penulis menemui dia bukan maksud itu tujuannya, dengan setengah memaksa dia bilang di sana apa-apa di hargai dengan uang, terima saja uang itu sebagai tanda terima kasih, akhirnya penulis terima tetapi masih dengan perasaan bengong, baru pertama kali ini penulis di beri uang bule secara langsung...hehehehe

Sampai di mobil hujan kembali turun dengan derasnya, dengan komat-kamit seperti dukun penulis pelan-pelan mencoba menghidupkan mesin mobil kesayangan penulis hasinya nihil, masih ngandat, sambil meliat butir-butir air hujan di kaca depan mobil, penulis masih merayu mobil untuk hidup, ternyata tetep aja masih ngambek, dengan perasaan kesal penulis ingat uang di saku yang dikasihkan bule tadi.....alhamdulillaaaah.....penulis nggak jadi marah sama mobil, setelah di hitung jumlahnya 2 juta, langsung penulis mengudang temen minta bantuannya dengan iming-iming mo makan dimana saja.

Sekitar 1/2 jam 2 temen penulis datang, masih suasana gerimis dengan susah payah dibantu seorang satpam hotel, mobil di dorong dan mau nyala, penulis kasih imbalan 20 ribu buat satpam dan temen punya mau makan di deket kantornya di sekitar Plaza Simpang Lima, di Papa Ron's Pizza, enteng kata penulis dalam hati...dan di Plaza Simpang Lima itu juga penulis mengganti aki yang ngandat seharga 600 ribu, masih ada sisa untuk  penghasilan  hari ini....hahaha, itulah pengalaman penulis ketemu bule dari Afsel meskipun sejak perpisahaan dengannya sampai saat ini koneksi terputus, hp tidak bisa di hubungi dan e-mail tidak pernah di balas.


++++++++++++ ***** ++++++++++





Jumat, 14 September 2018

Kesan dengan Bule Polandia......

Penulis ketemu orang Polandia pada tahun 2013, ketika dia kontak via e-mail, ketika penulis tanya darimana dapat nomer telepon penulis, dia jawab dari searching di internet, memang penulis aktif  marketing via portal-portal trading di Internet seperti Alibaba, Woodtrading, Globalwood dan sebagainya.

Kemudian dia minta nomor telepon dan kontak via skype, penulis heran kenapa pakai media ini mungkin untuk saat ini pasti sudah jengkel karena disamping putus-putus, suara nggak jelas juga sering putus keneksinya karena pada waktu itu teknologi masih mengandalkan 3G atau HSDPA tidak seperti sekarang sudah umum menggunakan 4G atau LTE yang speednya sudah mumpuni buat komunikasi baik menggunakan Skype, WA dll. Pernah penulis tanya kenapa kontak selalu via media ini, dia jawab sambil ketawa karena murah dan bisa kontak darimana saja, pikir penulis masuk akal juga.....

Setelah kontak-kontakan sekian lama, tanya-tanya harga, kualitas dan sebagainya tiba-tiba dia kontak posisi sudah di Jakarta dan pingin ketemu penulis di Semarang 2 hari kemudian maka penulis mempersiapkan apa-apa yang akan dia inspek atau tanyakan.

2 hari kemudian penulis sedang sibuk-sibuknya kerja di kejar produksi karena deadline shipment, penulis di kontak dan di suruh jemput di sebuah hotel, penulis sampai bingung dia menyebutkan nama hotelnya, akhirnya dia SMS nama hotelnya, jujur saja selama penulis tinggal di Semarang baru tahu nama hotel itu, biasanya penulis ketemuan buyer di Novotel, Ciputra, dan lain-lainnya tapi  jawabnya waktu ketemu hotel ini murah...hahaha duh bule kok ngirit.....

Setelah basa-basi ngobrol sebentar, sambil memperkenalkan temannya katanya kontraktor yang membutuhkan bahan untuk pekerjaanya, kemudian penulis bawa ke pabrik, inspek-inspek seperti biasanya tanya sana-sini, jenis kayu atau harganya, setelah itu mereka minta di antar di alamat sebuah pabrik di kawasan industri Muktiharjo, penulis tahu tempatnya menuju ke sana ternyata di sana sudah di tunggu seseorang yang penulis kenal biasanya sebagai broker atau marketing trading, weleh ternyata dia sudah menghubungi banyak orang nih, langsung penulis nebak ini buyer abal-abal...hahaha.

Bukannya sombong penulis sudah ketemu puluhan orang asing jadi sudah hapal tabiat-tabiat mereka, kalau cuma broker atau marketing trading sudah bisa di tebak, mereka di sini memanfaatkan kita, padahal yang dimanfaatkan malah bangga pergi sana-sini sama bule nggak terasa dia cuma dimanfaatkan, misalnya suruh antar sana-sini, bayari makan, ajak ke hiburan malam, carikan cewek panggilan dll....dll...

Akhirnya penulis tinggal di pabrik tersebut karena sudah ada yang menemani, hal ini di karenakan penulis juga sedang sibuk-sibuknya. Sore hari penulis dapat telepon dari dia lagi katanya minta di jemput di pabrik kaos di kawasan industri Sayung, Demak, yang membuat penulis heran karena penasaran maka penulis menyanggupi menjemputnya, di dalam mobil penulis tanya kok datang ke pabrik itu bukannya yang di cari produk kayu, dia jawab katanya di Polandia baru prospek produk itu, dugaan penulis ternyata bule ini cuma broker...hahaha, dia bilang lapar karena dari siang belum makan,......blais nih kebetulan penulis bersama temen cuma bawa uang cekak, tapi ada kata-kata yang melegakan penulis kalau dia yang traktir, kalau penulis mbathin ini buyer abal-abal, kalau mungkin dia yang mbathin ini pengusaha kere...hahaha

Akhirnya penulis mengarahkan ke rumah makan di kota lama, Ikan Bakar Cianjur, penulis dan teman pesan nasi goreng, mereka pun pesan juga, sambil makan dia bilang nasi goreng sini lebih enak dari yang dimakan dia tadi malam di hotelnya, kemudia dia pesan lagi, pesan lagi sampai hidangan penutup yang memenuhi meja. Ada yang mengherankan penulis lihat, mereka makan seperti orang ngamuk, semua hidangan memenuhi meja mereka sikat habis tapi sebelum pesan semua mereka lihat harganya dan diskusi dengan temannya, di hitung-hitung pakai kalkulator di hp....wkwkwkwk.

Seperti kebetulan mungkin negaranya baru bagus-bagusnya perekonomiannya, penulis dapat order dari orang Polandia setelah seminggu mereka kembali ke negaranya. Hal ini di rasakan penulis ketika negosiasi dengan mereka, penulis rasakan mereka menawar produk kita seperti ibu-ibu menawar brambang atau bawang di pasar tradisional, barulah penulis paham tipikal orang Polandia malah melebihi njlimet atau perhitungan dari pada orang China yang digambarkan di film-film sebagai orang yang pelit. Sampai saat ini bila penulis kontak via email, kalau dijawab pun sekenanya katanya tidak ada yang minat kah, terlalu mahal kah, dan lain sebagainya, itulah kesan penulis sama bule Polandia....😆

++++++++++++  ***** +++++++++++





Minggu, 09 September 2018

Di Tilang gara-gara tidak menyalakan lampu motor di siang bolong.....

Peristiwa ini penulis alami sekitar tahun 2011-2012 penulis lupa, karena pada waktu itu masih gencar-gencarnya penerapan peraturan Lalin Light on atau menyalakan lampu utama motor di siang hari, yang jelas penulis dalam perjalanan pulang antar istri kerja di Kawasan Industri Candi, Semarang. Setelah penulis antar istri dalam perjalanan pulang, penulis sengaja lewat jalan yang tidak ramai, karena pada waktu itu baru ada pembangunan jalan layang di bundaran Kali Banteng, Semarang.
Dari arah Barat atau arah kendal, ke arah Pedurungan, dimana rumah penulis di Jl. Palebon semarang, penulis belok ke kanan masuk ke jalan Pamularsih. Tepatnya di tikungan ternyata ada operasi Lalin dan penulis di cegat, karena merasa semua lengkap penulis tenang-tenang aja.

Sambutan pertama sih sopan, pake hormat lagi, penulis sambut hormat pula biar adil, surat-surat pak, penulis keluarkan semua surat-surat kendaraan baik STNK maupun SIM, kemudian polisi tersebut bilang, bapak saya tilang karena melanggar peraturan, penulis kaget sekali tanya, apa kesalahan saya pak ? jawab polisi itu, bapak tidak menyalakan lampu depan, setelah penulis lihat kedepan memang lampu tidak menyala padahal penulis menyalakannya dari mau berangkat, usut demi usut ternyata lampu dekat motor penulis tewas, mungkin panas-panas dinyalakan terus,  debat kusir akhirnya antara penulis dengan polisi tersebut, polisi berdalih  cuma menjalankan tugas, harusnya bapak mengecek waktu mau berangkat, penulis membela diri, saya sudah menyalakan lampu tapi tidak tahu kalo mati pak, lha kalo malam lampu mati pasti akan kelihatan, lha ini panasnya seperti ini apa saya tahu? Tapi polisi itu masih muda, masih kaku mungkin berdasarkan peraturan yang di cekoki sama atasannya, akhirnya dia memanggil atasannya atau polisi yang lebih senior dan cerita kronologisnya, atasannya malah marah ke penulis, dengan mata merah karena marah, mungkin penulis orang yang sekian kali tertangkap dan ngeyel, bahkan mengancam mau menyita motor segala, akhirnya penulis mengalah wis pak tilang aja sak kareb mu dengan perasaan jengkel, kemudian surat-surat di serahkan ke Polwan yang dari tadi cuma lihat wajahnya di cermin kecil di meja yang kelihatannya sudah di persiapkan untuk sarana tulis menulis. 
Yang membuat penulis jengkel setengah mati, waktu dia menulis surat tilang rekannya juga polwan memotret dirinya dengan kamera digital, seakan-akan sedang bekerja, mungkin mau di up load di Facebook yang saat itu baru ngetrend-ngetrendnya....hehehehe. Setelah menerima surat tilang, Polwan tersebut memberitahu kapan akan sidangnya, dengan masih dongkol berat penulis melewati polisi-polisi yang menjaring para pelanggar, sepintas penulis melihat seorang bapak mengantar sekolah anaknya menggunakan sepeda motor jadul  tanpa menyalakan lampu utama dengan santai melewati mereka, penulis protes lha bapak itu kok ndak ditanggap? para Polisi malah pada diem pura-pura nggak dengar, penulis bilang lagi, itu di sebrang sana banyak yang tidak menyalakan lampu, kok cuma seberang sini yang di tangkap? juga mereka cuma mlengos, makanya sambil ngloyor pergi penulis sempat mengumpat..... woooo budek (tuli) kabeh Semua)....hahaha

Di hari yang di tentukan sidang, penulis mendatangi Pengadilan Negeri Semarang, penulis terheran-heran nggak cuma puluhan mungkin ratusan pelanggar, penulis tanya jenis pelanggaran rata-rata tidak menyalakan lampu disamping ada SIM expired, kelengkapan kendaraan dan lain sebagainya. Penulis berdesak-desakan cuma mencari nomer urut sidang, setelah ketemu baru nunggu nomer urut sidang. Setelah mendekati nomer urut sidang barulah penulis di panggil, Hakim melihat berkas tilang, bilang denda Rp. 100 ribu, setelah penulis bayar, STNK di berikan, cuma itu aja....wkwkwkwk, sambil keluar penulis bergumam, nek butuh duit buat gaji sampean mbok jujur aja minta ke masyarakat, jangan pakai sistem seperti ini, malu-maluin aja. Masyarakat kecil kamu peras-peras, orang-orang kaya kamu biarkan, tuh yang pakai mobil-mobil mewah mana ada kamu minta uang dengan dalih cara cari-cari pelanggaran........

++++++++++  #########  +++++++++++


Kamis, 06 September 2018

Aku Berhenti Membayar Iuran BPJS

Sebenarnya penulis males jadi anggota BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), kalo lihat antrean pendaftaran yang meluber-luber, tapi  pertama nasehat ibunda penulis yang menjadi anggota BPJS untuk ikut menjadi anggota dengan memberikan contoh beliau yang harus check up rutin per bulan dengan biaya obat yang jauh dengan nominal pembayaran angsuran, coba kalau nggak ikut BPJS, sudah berapa juta pengeluarannya sampai sekarang, memang penulis lihat harga obat ada yang sampai Rp. 400 ribu padahal ibunda cuma membayar iuran per bulan Rp. 25 ribu.

Kedua berdasarkan cerita temen yang penulis bezuk habis operasi jantung, katanya total biaya operasi sampai Rp. 40 juta tapi dia bilang gratis...tis cuma biaya-biaya kecil saja sama beli makanan yang nungguinnya...hehehe dan yang ketiga ketika penulis inspek ke kantor BPJS, penulis tidak lagi melihat pendaftar yang meluber dan antri sampai panjang, akhirnya penulis memutuskan mengumpulkan persyaratan yang di butuhkan dan mendaftar anggota BPJS.

Penulis mengikuti prosedur dari awal, penulis melihat pegawainya masih muda-muda banget dan ramah-ramah, sesampainya pada prosedur pembayaran awal iuran, penulis memutuskan pulang saja dulu karena persyaratan pembayaran bisa melalui transfer bank pemerintah yang ditunjuk, penulis menyuruh istri mengaktifkan accountnya yang dulu sebagai sarana penggajian, berhubung istri keluar kerja accountnya kosong blong...hehehe dan sudah expired.

Keesok hari istri mengaktifkan lagi account banknya, setelah aktif langsung transfer iuran BPJS untuk 3 anggota, saya, istri dan anak untuk mendaftar kelas 1 dengan biaya Rp. 60 ribu per orang. Adapun bukti bayar akan buat bukti untuk mengambil kartu anggota BPJS nantinya. Kemudian penulis meluncur lagi ke kantor BPJS, lumayan jauh sih jaraknya. Sesampainya di sana antri lagi tibalah penulis di panggil, pertama-tama masalah pembayaran, dari tiga pembayaran katanya pembayaran istri penulis belum masuk, padahal transfernya bareng ada bukti transfernya lagi, piye jal? Penulis di arahkan untuk membayar lagi ke mini market seberang kantor, nanti buktinya di bawa ke sini lagi.

Mini marketnya sebenarnya nggak begitu jauh dari kantor BPJS, kira-kira 200 meteran, akhirnya penulis bayar iuran di situ dan pegawainya seperti sudah paham, penulis terkena biaya Rp. 2.500, penulis tidak su'udzon, andai pendaftar sehari 100 orang, lumayan nih....halah malah ngelantur, kemudian cepet-cepet penulis balik untuk mengantar bukti bayar ke pendaftaran guna ambil kartu BPJS, perjalanan nggak jauh cuma naik turun itu yang bikin jauh, ketika penulis nyeberang ada coret-coretan di jalan menandakan telah terjadi kecelakaan di lokasi itu dan ilustrasi gambar orang tergeletak di pinggir jalan, penulis berharap bukan pendaftar BPJS seperti diri penulis ini yang harus bayar nyeberang di jalan turunan dimana banyak lalu lalang kendaraan yang kencang-kencang.

Sesampainya di pendaftaran, bukti pembayaran penulis serahkan penulis mendapat kartu BPJS yang di tunggu-tunggu, yang membuat penulis keki itu bentuk kartunya dari bahan kertas foto copi biasa yang di print bahkan kertas sudah di potong-potong sedemikian rupa dan masih ada sisa di potong oleh petugas tersebut secara manual di depan penulis....weleh...weleh, sempat ada kesalahan kemudian di untel-untel di masukan ke tempat sampah...hahaha, setelah di serahkan penulis, petugas pesan untuk langsung di laminating sendiri supaya tidak rusak, beda sama kartu anggota ibunda yang lebih dulu mendaftar selisih satu tahun-nan, kartu lebih kecil, bahan lebih tebal dan waktu di ambil sudah dalam keadaan ter laminating.

Setelah mendapat kartu BPJS, penulis menggunakannya sebulan kemudian dimana karena kecapekan penulis ambruk-bruk tidak bisa bangun dari tempat tidur, diantar tetangga ke UGD di RS di jalan Citarum Semarang, penulis di suntik dan istirahat di ruang UGD, sekitar satu jam di UGD kondisi sudah membaik, penulis menggunakan fasilitas BPJS tidak dikenai biaya apapun, penulis merasakan kegunaan menjadi anggota BPJS.

Beberapa minggu kemudian anak penulis yang masih balita menderita panas, muntah-muntah terus dan tidak mau makan, periksa ke dokter yang penulis pilih ketika mendaftar BPJS, anak penulis mendapat obat puyer dari  tempat praktek dokter itu juga, sesampainya di rumah, obat di minumkan selalu muntah-muntah, mungkin pahit meski sudah di campur gula atau madu, keesokan harinya karena anak belum berkurang sakitnya tapi tambah parah,  penulis kembali ke dokter tersebut, tapi dokternya bilang itu obat standar pasien BPJS, dokter-dokter lain pasti juga kasih obat tersebut, bahkan dokter tersebut bilang kalau belum membaik juga terpaksa opname nanti saya bikinkan surat pengantar, akhirnya penulis pulang dengan harapan memaksa anak bisa minum obat dan tidak muntah, tapi apa daya tetap aja muntah-muntah dan tidak kemasukan obat. 

Karena anak pertama, penulis dan istri panik, sudah malam tapi penulis ingat tetangga ada yang buka praktek sampai jam 09-10 malam, alhamdulillah masih buka sama dokter di periksa, ya Allah dokternya itu sabar dan kata-katanya membuat kita itu tenang, bilang ini tidak apa-apa, cuma radang tenggorokan, tidak perlu ke rumah sakit, dia memperliatkan perut anak penulis yang di cubit masih cepat kembali berarti belum kekurangan cairan, dan sebagainya penjelasannya menenangkan kita, terus dia menyarankan dikasih obat syrup yang rasanya lebih enak, sesampai  di rumah karena mungkin kecapekan nangis terus, anak pasrah di minumi obat alhamdulillah tidak muntah dan ajaib anak langsung tidur nyenyak sampai pagi, dan paginya sudah tidak panas meskipun masih susah untuk makan dan meski harus bayar periksa dan obatnya dokter sebesar Rp. 100 ribu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesehatan anak tercinta.

Setelah beberapa saat, gantian penulis yang sakit, kepala pusing muter-muter, mengingat pekerjaan penulis waktu itu baru sibuk-sibuknya, apa mungkin stress, malamnya penulis periksa dokter BPJS, ternyata penulis kena hipertensi, tekanan darah penulis 150/100, mungkin penulis disamping kecapekan dan di daerah tempat kerja penulis makanan yang paling enak adalah makanan padang jadi penulis tiap hari makan di situ meski dengan menu yang berganti-ganti itu salah satu yang menyebabkan hipertensi, setelah diperiksa penulis dapat obat, sesampainya di rumah penulis mau minum obat kaget, ternyata obatnya Antalgin yang nota bene cuma obat pusing dan di jual bebas di apotik-apotik, ini membuat penulis tambah bludrek, ngapain juga periksa dokter kalo cuma dapat obat seperti ini, beli aja di apotik nggak usah periksa, akhirnya penulis menyuruh istri membelikan obat hipertensi di apotik, penulis tahu obatnya karena ibunda penulis juga rutin minum obat penurun tekanan darah secara rutin tiap hari.

Disaat penulis sudah antipati ke dokter BPJS, ada pengumuman akan ada kenaikan iuran BPJS di kelas 1 dan 2, akan tetapi menunggu keputusan dari rapat DPR yang membahas kenaikan tersebut, dengar desas-desus DPR tidak setuju dengan rencana kenaikan tersebut, tetapi betapa kagetnya penulis ketika membayar iuran bulanan, ternyata biaya iuran bulanan sudah naik padahal penulis belum dengar ada kabar setuju atau tidaknya dari rapat anggota DPR tentang kenaikannya. 

Dengan tidak ada kenaikan aja, menilai tidak sebanding dengan obat yang penulis terima apalagi ada kenaikan maka penulis memutuskan untuk tidak membayar iuran selanjutnya, dengar nasehat teman katanya setelah 3 bulan tidak membayar akan di coret dari keanggotaan kemudian nanti 1 tahun kemudian mendaftar lagi tapi pindah ke kelas 3, beberapa bulan penulis di SMS penagihan pembayaran iuran memang sejak kecewa pelayanan kesehatan penulis dan keluarga sudah tidak periksa lagi di dokter BPJS jika sakit sehingga tidak masalah, penulis dan keluarga kalau sakit periksa di dokter tetangga meskipun keluar kocek sendiri rata-rata Rp. 100 ribu tergantung sakitnya sudah dengan obatnya.

Setahun berlalu, penulis pingin mengurus BPJS kembali ternyata peraturannya penulis harus melunasi tagihan bulan-bulan kemarin yang belum di bayarkan meskipun tidak periksa sama sekali di dokter BPJS yang ditunjuk, baru bisa mengubah status kelas atau turun ke kelas 3, laah....rak podho wae...wkwkwkwkwk, akhirnya penulis melupakan apa itu fasilitas BPJS, Alhamdulillah sampai saat ini penulis dan keluarga tidak terkena sakit yang mengeluarkan biaya besar dan doa penulis semoga penulis dan keluarga terhindar dari berbagai penyakit.....amiiin, harapan penulis semoga BPJS terus lancar meskipun penulis mendengar kabar fasilitas banyak yang dikurangi dan defisit sampai beberapa trilyun.

++++++++++++ ********* ++++++++++++




Minggu, 02 September 2018

Pengalamanku sewaktu kerja di bagian HRD

Penulis pernah bekerja di perusahaan perkayuan PMA Jepang dikawasan Industri Berikat, Tugu Semarang pada tahun 2004, ini sebenarnya jarang ada perusahaan Jepang yang bergerak di bidang perkayuan,  biasanya perusahaan Jepang identik dengan perusahaan  di bidang otomotif, elektronik atau perusahan-perusahaan teknologi tinggi. Diperusahaan tersebut penulis menjabat Manager HRD dan GA.

Di bidang HRD, penulis sebagai tangan kanan pimpinan dan menjadi jembatan komunikasi antara pihak karyawan dengan pimpinan dalam hal ini penulis berpihak pada managemen perusahaan serta mengurusi masalah-masalah tenaga kerja, misalnya memberi surat peringatan, memanggil karyawan untuk di minta keterangan, menghitung gaji atau lembur, jamsostek dan lain sebagainya, Sedangkan dibagian GA, lebih tepat di sebut bagian serabutan di mana mengurusi semua urusan berkenaan dengan operasional perusahaan, seperti mengurusi security, sampah, kendaraan, peralatan kantor dan sebagainya. Berhubung pegawai perusahaan jumlahnya cuma ratusan, maka jabatan tersebut di rangkap oleh penulis. 

Banyak pengalaman ingin penulis ceritakan karena penulis mengalami peristiwa demi peristiwa yang tidak mungkin terlupakan. Penulis melamar di perusahaan ini hanya berdasar lowongan di kolom kecil di harian koran Jawa Tengah dan di panggil katanya berdasarkan kriteria penulis pernah bekerja di perusahaan yang kerjasama dengan perusahaan di Jepang.

Setelah penulis di terima, penulis langsung kerja seperti karyawan biasa meski masih di bimbing sementara karyawan lama yang keluar karena di terima sebagai dosen di sebuah PT Negri di Semarang. Sebulan pertama penulis kerja seperti kerja romuza dimana penulis malah seperti yang punya perusahaan, karena apa-apa larinya ke penulis, sedangkan atasan penulis ada 3 orang dari Jepang cuma stand by dan kerjanya cuma marah-marah melulu.

Perusahaan tempat kerja penulis mempunyai keamanan dari aparat, istilahnya becking 4 orang yang setiap bulan meminta jatah. Pertama aparat yang punya markas di Srondol, dari cerita karyawan yang sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan ini, aparat ini menjadi kepercayaan atasan karena sewaktu atasan ada masalah dia minta bantuannya sampai urusan selesai, sehingga sebagai timbal balik, dia mendapatkan jatah perbulan meskipun cuma beberapa ratus ribu, kemudian seorang anggota TNI angkatan laut yang jatahnya seperti yang pertama, mungkin kawasan ini daerah kekuasaan instansi ini dan yang ke tiga dan ke empat adalah aparat kepolisian setempat, dimana yang satu kapolres dan bawahannya, semua jatah di ambil sendiri kecuali kapolres jatahnya di ambilkan bawahannya dan mendapat bagian paling besar, mereka ambil jatahnya selayaknya kerja di perusahaan tempat penulis bekerja tiap bulannya.

Hampir semua perusahaan Jepang pasti terkenal dengan kedisiplinannya, termasuk dalam hal keuangan, termasuk pengeluaran-pengeluaran yang tidak jelas, semua itu penulis lah yang selalu menjadi korban penderita, karena semua di limpahkan ke penulis, ambil contoh seperti pihak Kelurahan meminta sumbangan untuk perbaikan pagar kelurahan atau peringatan apa saja misalnya tujuh belasan, pasti atasan akan menolak memberikan dan penulis yang menjadi tamengnya, atasan selalu bilang tidak ada uang, mereka khan kantor negara, kenapa minta ke perusahaan?

Kadang ketemu yang lucu-lucu dan tidak masuk akal, misalnya suatu hari ada mobil ambulance TNI masuk pabrik, penulis terkaget-kaget, sopir pingin ketemu pakai seragam TNI menghadap ke penulis dan  bercerita kalau di suruh jemput istri atasannya di Surabaya mau minta uang saku.....wkwkwkwk atau mobil patroli Polisi Mitsubishi Kuda datang ke pabrik, polisi dengan seragam lengkap datang menghadap, dia bercerita kemarin habis mengawal Ibu Megawati kunjungan ke Kendal, mesin mobil ada kerusakan dan turun mesin minta bantuan dana untuk perbaikan, penulis tertawa dalam hati, ini opo perusahaan mbokmu....hahaha.

Adalagi seorang aparat TNI berseragam lengkap datang bersama seorang pemuda, menghadap penulis dan cerita kalau ingin memasukan katanya keponakannya yang baru lulus SMA, untuk di tempatkan di bagian apa saja, sebenarnya hal-hal seperti ini yang paling di benci penulis tapi oleh penulis pemuda tadi disuruh mengisi bio data sebagai formalitas sedangkan pengantarnya di suruh tunggu di ruang tamu, iseng-iseng penulis tanya, bapak tentara tadi apanya anda, mungkin masih polos pemuda itu menjawab, kalau itu kenalan bapaknya, sering di minta memasukan orang kerja dimana-mana, ya kalau di terima kasih uang tanda terima kasih.....waduuuuh, setelah berdua pergi, lamaran penulis lempar ke ribuan lamaran lama di lemari dokumen...hahaha.

Hampir sembilan bulan penulis kerja banting tulang di perusahaan itu, ada perkataan negara Jepang jauh dengan negara Indonesia dengan kata lain orang Jepang itu pintar-pintar, tetapi sebaliknya dengan atasan penulis, ini orang Jepang tapi kurang pintar, suatu ketika penulis di keluarkan dikarenakan sesuatu yang bukan kesalahan penulis, bahkan Asisten Manager berusia sekitar 60-an tahun waktu itu, penulis masih ingat namanya Takao Suzuki dan menikahi wanita asal Yogya, sehingga sudah kelihatan orang Jawa daripada orang Jepang, sering curhat dan cerita-cerita dikala waktu senggang,  sampai menangis waktu penulis pamiti.
penulis melihat kondisi perusahaan bisa meramal kedepannya nasibnya ternyata menjadi kenyataan, pabrik bangkrut dan di tutup sekitar tahun 2007 dan para karyawan yang baik-baik, kerja disiplin, tidak neko-neko serta kerja dengan jalinan kekeluargaan yang kuat menyebar ke segala penjuru, entah pada kerja dimana saja tapi kadang mereka masih saling kontak via group di FB.

++++++++++++  *************  ++++++++++++




Sabtu, 01 September 2018

Cantik, kenakan Jilbab, PNS, tapi sayang... (Pengalaman ngurus Dokumen di kantor Bea Cukai Smg)

Pengalaman kali ini pada waktu penulis masih bujang dengan embel-embel bujank lapux's karena seumuran penulis teman-teman sudah pada punya anak besar-besar, penulis belum juga menemukan tambatan hati yang mendampingi sehidup semati dalam susah dan duka...cie...cie...cie....

Kejadian ini pada tahun sekitar 2000-2002, pada saat itu penulis mempunyai tugas menangani aktifitas impor atau barang masuk dari Jepang, kalau nggak salah ada 5 Kontainer berisi perlengkapan pelaut, alat-alat kapal sampai perbekalan kapal, mulai dari mie instan, bumbu-bumbu dan sebagainya. Prosedur ini di anggap biasa dalam sistem ekspor maupun impor, tapi yang membuat istimewa adalah sesampainya kontainer ini masuk ke pelabuhan Tanjung Mas, Semarang kontainer bukannya di bongkar di gudang setelah di urus dokumennya akan tetapi di bongkar masih di sekitar pelabuhan dan di masukan ke dalam kapal penangkapan ikan Jepang sebagai perbekalan untuk berlayar mencari ikan Tuna di perairan Internasional. Meskipun penulis pernah bekerja di perusahaan EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) akan tetapi penulis belum pernah menangani kasus seperti ini, maka penulis minta bantuan teman yang bekerja di EMKL untuk menangani pekerjaan ini.

Pekerjaan di mulai dari melengkapi dokumen-dokumen yang di perlukan meski dengan banyak menyulap atau mengusahakan supaya urusan berjalan dengan lancar barulah kita mengurusnya ke kantor Bea dan Cukai guna merilis kontainer sekaligus membongkarnya di dermaga kapal. Penulis melihat kelihaian temen dalam bernegosiasi, tibalah hal yang tidak mengenakan karena menurut penuturan teman, penulis sebagai wakil pihak perusahaan atau pihak importir harus mengurus sendiri, jadi penulis di beri arahan teman harus bagaimana dan kemana saja dipandu dari luar.

Pada saat bagian awal, lancar-lancar saja, dilihat di stempel ke meja berikutnya sambil nyelipin beberapa lembar uang, setelah melalui beberapa tahap atau meja, tibalah penulis di bagian verifikasi atau bagian akhir, kalau lihat ini mungkin bagian penting sebelum dokumen selesai. Petugasnya cantik, kulitnya putih bersih, pakai jilbab, dari logat bicaranya kelihatan bukan orang Jawa, mungkin orang Jawa Barat, angan-angan penulis melayang-layang dan berandai-andai, jika dia jadi pendamping, bisa perbaikan keturunan, masa depan cerah pegawai negri, waktu penulis membaca namanya, nama yang indah dan keislaman...wah apalagi wanita yang sholikah semakin ngawur dan muluk-muluk penulis berimajinasi, di belakang nama ada embel-embel gelar seperti  penulis, SH bedanya  kalau dia Sarjana Hukum tapi  kalau penulis lebih tepatnya Sarjana Humor...hahaha, karena dulu pas kuliah kalau nggak ada dosennya malah nongkrong tapi kalau ada dosennya malah ngacir pulang.....wkwkwkwk

Berhubung sangat berambisi, ketika dia meneliti dokumen iseng penulis tanya, mbak dulu lulusan mana? Dengan cuek masih meneliti dokumen, jawabnya ternyata masih satu alamater dengan penulis......alamak ada lampu hijau, bisa nyambung nih, ternyata angkatan 3 tahun di bawah penulis, berarti mungkin baru lulus ikut tes masuk langsung dterima, wah mungkin saya nggak ikut ngospek nih dulu kok nggak pernah liat njenengan ya, dia juga kaget karena ketika  tahu penulis satu almamater dengannya, mungkin pikirannya orang dah item, bawaan kumal bin dekil, kerja lapangan di pelabuhan yang panas kok satu almamater denganku.....hahahaha.

Percakapan sudah agak lancar cerita-cerita mengenai dunia kampus, pdktnya lumayan cair, biasa kebiasaan mbanyol karena penulis dulu bakat melawak tapi tidak tersalurkan terasah di sini, wah awalan yang baik nih nanti kalau ngurus dokumen lagi bisa ketemu, bisa akrab....akrab dan akrab lagi.....duh Gusti moga-moga angan-anganku Kau kabulkan doaku dalam hati.....

Setelah dokumen selesai dia verifikasi di tanda tangani dan di stempel, sambil mengucapkan terima kasih biasa salam tempel di masukan di laci seperti arahan temen penulis, tapi setelah beberapa langkah dengan hati berbunga-bunga, sukses urus dokumen dan  ada prospek menjanjikan penulis berjalan dengan gagahnya sudah mendekati pintu keluar, tiba-tiba di panggil mbaknya tadi, waduh bikin deg-deg-an, TAPI bagai di tempeleng Mike Tyson pakai hook kiri kanan ditambah upper cut, masih dengan suara keras mbaknya bukannya menyuruh mendekat tapi bilang " MAS KOK CUMA SEGINI ? INI 5 KONTAINER LHO, ENAK AJA..... bukan cuma itu aja, dia ngomong gitu sambil pegang uangnya di ajungkan ke penulis, padahal di situ banyak orang-orang dan pegawai lainnya, akhirnya penulis kembali kasih uang yang lebih dari cukup, yang bikin penulis dongkol lagi setengah modiiar...setelah menerima uangnya dia bilang lha gitu dong.......bathin penulis Dasar kutu busuk.....babi ngepet... kecoa bunting ...dinosaurus...protosaurus....
Masih dengan  muka masam dan merah padam, tapi mungkin tidak kelihatan karena muka penulis hitam karena kesal, keluar ruangan dan di luar ruangan, teman penulis yang memantau dari jauh tertawa terbahak-bahak melihat kejadian itu.

Tapi penulis tidak akan membenci wanita menggunakan Jilbab karena itu adalah kewajiban wanita muslim dalam menutup aurat, bahkan istri dan anak penulis saat ini kemana-mana menggunakan Jilbab, semua tergantung pada menggunakannya, banyak yang menggunakan Jilbab yang tingkah laku dan perbuatannya yang tidak di benarkan dalam syariat Islam.

Di sini penulis juga tidak bermaksud menjelek-jelekan suatu instansi pemerintah, kejadian sudah lama sekali tapi masih sangat membekas di otak penulis, mungkin kalau kejadian berlangsung saat ini di ulas malah jadi VIRAL.....dia jadi terkenal, penulis malah terpental alias di bully sana-sini....hahahaha......  itulah perjalanan hidup yang pernah di lalui penulis semua berjalan seperti air yang mengalir beriringan waktu yang berjalan.

++++++++++++++ ************** +++++++++++++++