Sabtu, 26 Oktober 2013

Kenapa Pada Rebutan Jadi PRESIDEN ?

Ketika masih kecil aku ditanya orang-orang kalau besok sudah besar ingin jadi apa? Aku selalu menjawab lantang, “Jadi PRESIDEN!!!!”. beruntung penulis tidak ada jalur menuju ke sana....hehehe, jangankan mikir negara mikir warga kampung dengan segala tingkah polahnya aja pusing......

Saat ini menjelang pemilu 2014, saya berharap semuanya berjalan lancar, mengingat saya mewakili rakyat seluruh Indonesia berharap PEMILU berjalan dengan lancar, aman dan terkendali, karena bila berjalan rusuh akan mengakibatkan kerugian bagi kita semua.

Mulai dari Pak Karno, Beliau sangat berjasa bagi negara kita dengan memproklamasikan kemerdekaan negara kita, coba kita telisik keberadaan beliau yang mengklaimkan dirinya presiden seumur hidup, akhir hidupnya diasingkan dan meninggal dipengasingan.

Kemudian Pak Harto, saya benar-benar mengikuti silsilah kekuasaannya, karena pada akhir kekuasaannya menjadi musuh banyak orang, padahal pada masanya kekuasaanya negara kita mengalami kemajuan yang pesat dan disegani negara-negara lain. Hal ini tidak akan terjadi jika pada Pemilu terakhir Beliau benar-benar mengajukan pengunduran diri secara permanent, seperti Perdana Mentri Malaysia Mahathir Muhammad, maka beliau tidak akan dihujat banyak orang.

Akhir-akhir ini orang melihat sosok baru yang menjanjikan yaitu JOKOWI, jadi ingat pemilihan umum sebelumnya, dimana tidak ada calon presiden selain SBY yang mumpuni, maka sampai-sampai dipilih mayoritas rakyat Indonesia dan bahkan mencapai 60% memilih beliau, sekarang bagaimana? hinaan, hujatan bahkan banyak yang menganggap SBY sebagai presiden formalitas aja.

Bila kita menilik kandidat yang lain, ada dari kalangan pengusaha sukses bahkan untuk anak-cicitnya saja masih mencukupi, buat apa pusing-pusing mikir negara apalagi usianya tidak muda lagi ? apa yang di cari ? kejayaan ? kekuasaan ? buat apa ???? bahkan sudah tidak perduli lagi omongan orang, nasehat sesepuh bahkan hasil survey sudah tidak layak lagi maju sebagai kandidat presiden, tetep ngotot membuang-buang uangnya hanya sekedar mengangkat popularitasnya. meskipun mereka mempunyai media elektronik sendiri dengan mempunyai stasiun televisi, kita yang nonton malah bosen melihatnya tiap hari muncul di televisinya bukannya simpati kepadanya.

Melihat kondisi saat ini memimpin bangsa ini sangat berat sekali, bencana alam dimana-mana, kondisi ekonomi yang tidak menentu, jangankan dalam negeri, luar negeri pun mengalami kemunduran ekonomi yang sangat tajam, hantaman lawan politik yang terus menerus dan demo-demo yang menghiasi aktifitas kita sehari-hari. Menurut saya meskipun presiden negara maju sekalipun, misalnya George Bush atau Barrack Obama memimpin negara kita belum tentu bisa mengubah negara kita menjadi negara yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD45 untuk jangka waktu 5 tahun kedepan.

Melihat calon-calon presiden sudah pada unjuk gigi, bagi penulis masih mending dibandingkan calon-calon legislatif yang ingin eksis di dunia politik. Mereka tanpa malu-malu membuat poster-poster terpampang dipinggir-pinggir jalan dengan pose yang dimanis-maniske, di gagah-gagahin, di wibawa-wibawain dan di dandanin secantik-cantiknya untuk merayu masyarakat memilih dirinya, akan tetapi bila terpilih jangankan mikir yang memilihnya, tapi malah mengeruk keuntungan dengan menciptakan berbagai trik untuk bisa korupsi yang digunakan menutup biaya kampanye dirinya dulu atau untuk setor pada partainya. 

Jadi kita ikuti aja perkembangan selanjutnya, masyarakat kita sudah pada cerdas tidak usah di atur-atur dan iming-imingi mereka sudah ada jagonya sendiri-sendiri. masyarakat masih mengharapkan sosok yang bisa membawa negara kita lebih baik daripada sebelumnya, kita tunggu PEMILU 2014 yang akan datang......

Jumat, 25 Oktober 2013

Polisi Kok Razia Software Bajakan

Saat ada razia software, bagaikan ada wabah flu burung atau gelobang tsunami, orang-orang jangankan pengguna komputer, yang tidak tahu sama sekali komputer pada paranoid ikut-ikutan menyembunyikan perangkat komputernya. Saya sering dihubungi teman-teman yang pada menanyakan bagaimana mengantisipasinya, saya jadi ikut prihatin terhadap kejadian ini, lha wong keponakan saya kelas 4 SD saja bisa mbajak, kok ada razia dan milih-milih yang dirazia.

Ada rekan di perusahaan pelayaran yang semua data di angkut dan harus menebus sekian juta. Tidak bisa bayangkan betapa pusingnya orang-orang di situ, baik dari perusahaan pelayarannya dan customernya, kalau ada komplain dari kliennya di luar negeri, sukses deh program pemerintah peningkatan devisa dari komoditas ekspor.

Ada peraturan yang menyebutkan kalau instansi pemerintah lolos dari razia karena tidak digunakan untuk tujuan komersial, enak bener ya jadi pegawai negeri, sudah gaji dan tunjangan naik terus, banyak dari mereka datang kerja, ngobrol, baca koran, belanja pada jam kerja, terus pulang gasik dan kalau sudah jadi pejabat balapan sing korupsi bisa bekerja dengan tenang tanpa di usik hal-hal tidak bermutu seperti ini.

Sedangkan pelaku bisnis kecil, misalnya warnet, rental, jual beli komputer dll, hidupnya jungkir balik akan tambah susah, mereka itu mau pada makan apa ?, coba pada berpikir yang cerdas. Padahal mereka jumlah tidak sedikit dan banyak dari mereka yang bayar pajak untuk menggaji yang disebut para abdi negara termasuk yang merazia mereka.

Saya berani taruhan para intelektual, mulai dari S1, S2, S3 atau mungkin profesorpun banyak yang pakai software ilegal dalam menulis karya ilmiahnya. Seniman meskipun hasil seninya dibajak belum tentu juga pakai software legal, bahkan saya pernah lihat seorang polisi grothal-grathul nulis BAP juga menggunakan software bajakan.

Piye jal, memberantas korupsi malah jadi koruptor, memerangi narkoba dan judi malah pakai sendiri atau menjadi becking, kemudian merazia PSK tapi punya selingkuhan. Harusnya setiap instansi yang diberi wewenang itu kantornya banyak dikasih cermin supaya bisa pada melihat dirinya sudah bener dulu apa nggak baru menjalankan kewajibannya.

Memang kita melanggar HAKI, tapi tengoklah pembajakan software sebenarnya terbesar juga dari negara asalnya jadi kenapa kita mempersulit diri sendiri. Ada pegawai Microsoft mengatakan bahwa harga murah tidak serta merta menurunkan pembajakan, kalau saya jadi bosnya saya kasih SP dia karena ngomong begitu. Kita lebih suka beli yang legal jika terjangkau harganya dan jika ingin konsekuen memberantas pembajakan harus ada sosialisasi yang tidak cukup 1-2 tahun karena dari awal kita dicekoki oleh Microsoft dengan monopoli bisnisnya atau membatasi penjualan alat-alat pengganda dipasaran bebas, bukannya cari gampangnya saja dan digunakan untuk mencari kesempatan dalam kesempitan.

Kamis, 24 Oktober 2013

Nenek Moyangku Seorang Petani



 
 Rasa rindu kampung  halaman di desa Wangen, kelurahan Polanharjo, Klaten dan juga untuk menghilangkan penat dan sejenak melupakan segala aktifitas berbagai bentuknya di kota propinsi dengan banyak dibumbui kemunafikan, kerakusan, sifat menjilat, persaingan tidak sehat dan kemrosotan moral yang membuat penulis muak dengan semuanya itu, maka penulis menyegarkan sejenak dari hal-hal tersebut dengan mengujungi kampung halaman.

Penulis dulu malu bila diledek teman-teman SD tentang asal kampung halaman, tapi sekarang penulis bangga berasal dari sana, karena suatu desa dengan banyak kekayaan alamnya. Sepanjang perjalanan sudah beraspal, masih teringat jelas pada tahun awal 1980an, dimana jalan masih seperti kali mati dan bila jalan malam hari lampu kendaraan bahkan sepeda angin bagai satu-satunya  sumber cahaya karena hanya satu-satunya lampu yang meneranginya. Penulis pada waktu itu bila diajak ayahanda keluar malam benar-benar takut dan pegangan erat tubuhnya. Waktu di rumah nenek setiap hampir setiap petang lihat orang pada mompa Petromaks atau pada menyalakan teplok untuk penerangan rumah bahkan untuk jalan pada malam hari masih pada pakai obor dari gagang daun pepaya atau bambu dan bagi yang mampu pakai lampu baterai sebagai alat penerangannya.

Sekarang sampai pelosok jalan sudah beraspal, kalau malam hari tidak kalah dengan kota besar dengan lampu listrik yang terang benderang. Hal ini sebenarnya berkat jasa mantan presiden Soeharto yang telah membuat negara kita maju dan disegani se-Asia. Tapi apa mau dikata, manusia jauh dari sempurna, Beliau dikorbankan orang-orang disekitarnya kemudian dihujat oleh  orang-orang yang latah dan haus popularitas pada akhir jabatannya. Tapi penulis yakin suatu saat orang-orang akan membuka mata lagi bagaimana jasa-jasanya dan kembali menyanjung beliau. Dari Patih Gadjah Mada, Soekarno sampai Soeharto sebenarnya membuka mata kita bahwa kehidupan itu bagai roda yang berputar, seperti halnya dulu dengar nama Mike Tyson, dengar namanya saja kita gemetar apalagi ketemu orangnya langsung karena serem tapi sekarang bagai macan ompong, inilah hukum alam yang dibuat dan manusia siapapun dia tidak akan bisa menghindarinya.

Yang membuat Penulis sayangkan dari pemandangan desa yang asri, dulu penulis sehabis pulang sekolah atau pas liburan sekolah bersepeda ke kolam renang alam Cokro Tulung, dimana sumber air menyembur alami, tapi lain dengan Lumpur Lapindo yang membawa derita berkepanjangan, tapi ini membawa berkah penduduk sekitar. Dengan teman-teman bersepeda menikmati perjalanan udara sejuk, kicau burung bersahutan dan pemandangan padi yang menghijau bila baru tanam dan menguning bila akan panen. Sekarang sudah berubah fungsinya, banyak sekali sudah berujud pangkalan truk, rumah penduduk, pertokoan dan sebagainya. Persawahan yang tidak mengharapkan pengairan dari air hujan dan beras yang sudah tersohor pulennya akan lambat laun berkurang produksinya bahkan akan menghilang dari peredarannya bila tidak diantisipasi ke depannya.  Kemana larinya para petani? Mereka banyak beralih profesi sebagai buruh, pencari burung, belut, ikan dan sebagainya. Menyedihkan sekali sebagai penduduk asli tergusur oleh kaum pendatang dan merusak alam pula dimana mereka memperoleh makan dengan mengeksplorasi alam besar-besaran.

Saat ini orang lebih suka pegang handphone dari pada cangkul atau pergi ke mall dari pada ke sawah, bahkan pergi ke sawah seperti pergi ke tempat yang asing atau dijadikan tempat rekreasi, mereka pada lupa kita itu makan nasi dan asalnya dari sawah. Sebenarnya negara kita terkenal dengan sebutan “Gemah ripah loh jinawi” bahkan di syair lagu Koes Plus dinyanyikan “Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”, cukup mengherankan ketika penulis bezuk teman yang sakit di rumah sakit membeli oleh-oleh buah di toko buah yang di bilang sangat kecil dan terpencil, menjual beraneka buah impor mulai dari China,  New Zeland, Amerika atau Thailand. Padahal penulis pernah bekerja di bagian dokumen  ekpor dan impor paham betul menangani dokumen-dokumennya. Kok bisa barang mudah busuk ribuan kilometer masuk ke toko kecil di pelosok pula. Kadang pikiran penulis agak ngelantur, jangan-jangan diberi pengawet seperti halnya pada daging yang diberi formalin? Penulis juga punya pohon buah-buahan, contoh saja buah jambu matang yang penulis petik, 1-2 hari tidak dimakan paling sudah busuk atau waktu penulis beli pepaya di sepanjang jalan di daerah perbatasan Boyolali, pada waktu beli masih hijau keesokan harinya sudah masak dan 2 hari berikutnya sudah busuk meski dimasukan dalam lemari es. bayangkan saja buah impor dari panen, pengiriman sampai didistribusikan ke toko-toko buah di Indonesia sudah memakan waktu berapa hari meski jenis buahnya tidak mudah busuk? Makanya penulis mencuci berkali-kali atau mengupasnya kalau makan buah-buahan impor. Juga penulis bertanya-tanya, buah-buahan kita yang beraneka ragam pada kemana?  apalagi bahan pokok lainnya seperti beras, kedelai, gandum dan lain-lain, semuanya juga impor, terus kita sebutan negara Agraris itu apa masih relevan, wong yang menunjukan identitas negara Agraris beli dari negara lain.  Uangnya dari mana ?, memang ada yang berasal dari perdagangan international, dari penerimaan pajak, pinjaman atau bantuan negara lain, itupun sudah pada disunat sana-sini!.

Tahu dan tempe adalah makanan rakyat, murah dan meriah asli dari Indonesia meskipun pada perkembangannya diklaim berasal dari negara lain. Berarti menurut pandangan penulis berarti dulu kita menanam kedelai sendiri kemudian mengolahnya menjadi tahu dan tempe tersebut. Suatu pagi penulis sarapan dengan lauk tahu dan tempe karena memang lauk favorit yang masih bisa terbeli sambil melihat berita pagi di televisi, dimana dalam salah satu beritanya para pembuat tempe dan tahu demo karena harga kedelai akan naik 100%, lha yang penulis makan ini apa nanti juga naik 100% ? lalu kenapa harus impor ?, kenapa kita tidak bisa menanam sendiri, wong asal tahu dan tempe itu dari negara kita, berarti dulu khan belum ada impor ?

Negara kita saat ini jangankan di bidang ekonomi, olah raga maupun pendidikan sudah mulai tertinggal dari negara-negara terdekat. Teman penulis seorang pelaut dulu pernah takut singgah ke negara Vietnam karena terimajinasi film-film perang Vietnam yang brutal dan kejam, tapi ketika singgah katanya tak ubahnya seperti kota Semarang yang damai dan penduduknya yang ramah-ramah dan sekarang Vietnam menjelma menjadi salah satu negara maju mengalahkan negara kita. Ketika penulis lulus SMA, memimpikan bisa kuliah di Yogyakarta sebagai kota pelajar dan budaya, penulis bertemu banyak pelajar asing dari Malaysia, Thailand termasuk dari Vietnam menuntut ilmu Pertanian pada kita,  sekarang negara kita malah beli beras dari negara-negara mereka !

Dulu masing-masing Universitas mempunyai kelebihan sendiri-sendiri, misalnya Undip terkenal Fakultas Hukum dan Kedokteran, UNS terkenal dengan Fakultas Pertanian, UGM terkenal dengan Sospol dan Ekonomi, sekarang? Semua Universitas kompak mencari mahasiswa sebanyak-banyaknya, baik untuk kelas pagi, siang, malam bahkan program akhir minggu untuk mencari income sebanyak-banyaknya sedangkan mutu nomer sekian. Hasilnya pada kemana lulusan sarjana Pertanian? Mereka lebih suka kerja jadi sales mobil, jual beli komputer dan handphone, kerja di bank, mall atau di kantor-kantor pemerintah mungkin atas referensi ortunya dan diselingi pelicin atau wirausaha lain jauh dari dunia pertanian, .

PTPN sebagai wadah pencari kerja lulusan pertanian makin susah payah, di luar Jawa tersaing dengan pihak swasta, di Jawa lahan makin sempit karena desakan ledakan jumlah pertumbuhan penduduk. Kita lihat banyak lahan tanaman keras, seperti kelapa sawit, kopi, coklat dan lain-lain pada di rusak penduduk kemudian ditanami singkong, jagung dan sebagainya dengan alasan lahan tersebut kepunyaan leluhurnya yang diambil alih oleh pihak PTPN secara ilegal. Kita bandingkan waktu jaman pak harto, meski pak Habibi mempelopori pembuatan pesawat sendiri tapi beliau masih memikirkan dan melindungi dunia pertanian, peternakan dan perikanan, tapi sekarang orang terimbas dari reformasi yang kebablasan, mereka pada mikir dirinya sendiri, keluarga atau golongannya dan mikir gampangnya saja kalau terusik akan menuntut dan demo.

Menurut penuturan teman SMA penulis yang bekerja di Amerika, kalau di sana jika tidak ada supply bahan makanan dipastikan akan pada mati kelaparan karena sepanjang mata memandang semua permukaan tanah adalah jalan dan bangunan, sedangkan di sini masih tersedia tanah yang luas sekali dan belum sepenuhnya dimanfaatkan malah cenderung banyak yang disia-siakan  juga di sini masih banyak yang bisa dimanfaatkan untuk bahan makanan, misalkan saja orang jaman dulu mengambil bunga pohon pisang atau tunas bambu  dibikin makanan.

Penulis pernah punya atasan orang Jepang, dia bercerita kalau di Jepang profesi petani sama mulianya dengan profesi-profesi lainnya, seperti pegawai negri, guru, dan lain-lain. Pemerintah sangat memperhatikan nasib mereka, lahan pertanianpun sangat di lindungi dan meskipun   beras impor menyerbu negara Jepang, masyarakat lebih suka makan beras produksi sendiri padahal harganya jauh lebih mahal. Coba bandingkan dengan negara kita, beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang asalnya dari sumbangan negara lain saja buat bancaan pejabat-pejabat yang membaginya.  Hampir disemua bidang saat ini banyak tidak beresnya, termasuk juga dalam tata niaga pertanian kita, mulai dari penyaluran kredit dan pupuk sampai penjualan produksi semua tidak lepas dari penyelewengan, maka para petani pada jual tanah saja dari pada pusing mikirnya. Menurut hemat penulis jangan dibiarkan berlarut-larut, jika pemikiran para petani seperti orang-orang sekarang, kalau dirinya, keluarganya, atau golongannya tidak puas atau diusik kemudian ramai-ramai demo, terus para petani pada kompak tidak mau tanam padi, kita mau makan apa?

Bersama tulisan ini, penulis bukan menjelek-jelekan bangsa kita sendiri, tapi memberi gambaran betapa suramnya bangsa kita saat ini di bidang pertanian. Adapun cita-cita penulis, seperti apa yang telah dilakukan oleh orang yang penulis hormati yaitu almarhum ayahanda  tercinta Soewito Brotoatnoyo, dimana mengisi hari-hari sisa hidupnya setelah pensiun dengan  tetap eksis  di dunia pertanian  dengan menggarap tanah peninggalan leluhur dan melestarikan alam   karena nenek moyangku adalah seorang petani.

Ditulis oleh
Pongki Soewito
Putra dari Alm. Soewito Brotoatnoyo,
Pensiunan Karyawan PTPN XVII

Kamis, 26 September 2013

Mazda Vantrendku

Terakhir penulis punyai mobil tahun 1998-2002 yaitu Ford Laser bekas Taxi Bandara tahun 1986, kondisi masih bagus dan kalaupun saya jual karena memang saat itu sedang membutuhkan uang untuk menutup biaya pengobatan Alm. Ayahanda tercinta Soewito Brotoatnoyo.
Semenjak penulis bekerja mandiri, kebutuhan akan kendaraan roda 4 sangat mendesak untuk transportasi, menjemput tamu, bawa sample dengan harga terjangkau. Pada saat penulis melamun ada penampakan mobil yg membuat penulis tertarik, yaitu Mazda Vantrend. Sejak saat itu penulis cuma fokus satu itu saja, pertimbangannya belakang bisa buat barang2 banyak, masih seperti sedan dan menurut info mesinnya juga irit bin bandel.
Penulis mulai mengumpulkan info mengenai mobil ini dan bila ketemu mobil ini dijalan, pasti penulis ta henti2nya memandang, bahkan waktu penulis ngikuti gerak-gerik nih mobil naik sepeda motor sampai nggak liat jalan dan mo nabrak trotoar. mulai saat itu penulis mantab pingin memilikinya dan mulai hunting dari iklan kecik, browsing internet dan cari2 di bursa2 mobil.
Setelah lama pencarian, penulis menemukan sosoknya di Bursa mobil TVRI Semarang tahun 2007 waktu itu masih di kawasan Pucang Gading Semarang dan selama beberapa bulan penulis tiap Minggu nyambangi bursa tersebut, ini baru satu2nya mobil yang mejeng di situ. kondisi masih bagus dan penjualnya juga menawarkan pokoknya laku, dan pengunjung juga nggak ada yg melirik....hehehe, soalnya juga platnya B, meski ngebet banget tapi penulis masih jaim nawar supaya dilepas murah, sempat penulis tinggal akhirnya penjualnya cari2 lagi dan dilepas juga tuh doi and ternyata eh ternyata penjualnya tuh perwira ABRI aktif yg bertugas di sekitar Pudak payung Semarang dan orangnya baik sekali bahkan mau menguruskan plat nomer menjadi H atas nama Penulis. 
Singkat crita nih mobil malang melintang didunia kerja penulis dengan medan yg berat, mulai dari jalan berlumpur, banjir, rob atau  jalan berbatu, semua di libas tanpa halangan. bahan bakar juga terhitung masih irit, meski AC always on kira2 untuk konsumsi bahan bakar dalam kota bisa 10Km/L dan luar kota bisa 12-14 Km/L.

Mobil ini benar2 bandel dan bersahabat dengan pemiliknya. Sejak menjadi hak milik tahun 2007 sampai sekarang tahun 2013, penulis belum pernah sekalipun melakukan perbaikan berat, perbaikan2  hanya:
  1. Setel karburator
  2. Ganti ban
  3. Ganti lampu2 yang mati
  4. Langganan mobil ini karet Stabilizer suka jebol kalo sering lewat jalan yg extreme
  5. Shock breker depan dan kaki2nya
  6. Juga ada kelemahan pada dudukan untuk kabel kopling sering sekali patah, tapi bisa diantisipasi dengan soket buatan sendiri.
  7. Body yg kropos dan knalpot yg bocor
  Yg membuat penulis sayang sama mobil nih, sangat cocok buat mobil keluarga dan tidak pernah ngrepotin, sudah menjelajah ke mana2, Dari Rembang, Blora, Kendal, Solo, Klaten, Magelang dan beberapa tempat-tempat wisata bersama para VT mania pada waktu acara touring-touring tanpa ada hambatan di jalan, bahkan pernah penulis berkunjung ke temen yg rumahnya di pucuk gunung mungkin kira2 perjalanan 6 km dalam keadaan jalan menanjak juga lancar2 saja.  Mobil ini juga terhitung ACnya dingin, jadi nyaman untuk bepergian di cuaca yg panas. Disamping kaki-kakinya yang rentan rusak, salah satu kelemahan mobil ini tergolong hot mesinnya makanya butuh ketlatenan dalam merawat sistem pendinginannya (Radiator), jika kita menemui jalan macet panjang, di saat cuaca menyengat otomatis panteng AC terus, pasti temperatur mesin akan megap-megap dan di sinilah keasyikan tersendiri bila kita kumpul sesama pilot VT untuk bahan gunjingan bagaiman mengatasi masing-masing VT-nya agar tidak demam....hehehehehe

 
Kesan2 selama nunggangi nih mobil, mobil ini di beli penulis atas jerih payah sendiri tanpa bantuan pemerintah alias korupsi bisa jamin 100% halal, dipakai penulis mulai dari PDKT karena penulis telat nikah, pacaran, melamar, menikah tahun 2009, sampai antar cek up kehamilan, bawa istri mo melahirkan, periksa anak sampai anak bisa hidupin TV atau musik sendiri. Mobil ini juga pernah menyelamatkan 2 nyawa, bila di perhatikan jok belakang masih ada noda sisa2 darah yg mengering dan susah dibersihkan. 


Mobil ini juga sering digunakan penulis utk menjemput tamu manca negara dari bandara Ahmad Yani, dengan sombong penulis katakan bahwa jok mobil ini pernah di duduki orang2 berbagai negara....hehehehe dan pernah suatu kejadian bule yg naik tingginya kayak tiang listrik kejedot pintu depan marah2..."Fuck you Ponky, please buy a new higher car !" atau yg naik di belakang kakinya sampai selonjor ke depan karena nggak cukup...wkwkwkwkwk


Meski penulis sudah jadi pilot nih bo'il lebih dari 5 tahunan, baru ngikut kumpulan para driver Mazda Semarang di Komunitas Mazda Semarang (KMS) tahun 2013 ini, seneng juga bisa saling tukar informasi perbaikan, variasi atau sekitar spare part antar anggota dan tambah teman.

Apabila tidak ada sesuatu yg mendesak, penulis akan tetep memelihara nih mobil meski sekarang negara kita dibanjiri mobil2 murah dan bagus2, disamping untuk membeli penulis tidak punya uang...hehehe, penulis merasakan sendiri sensasi kendaraan jadul tapi semua kondisi normal dan sehat walafiat, ada kepuasan tersendiri mengemudikannya. Andai saja suatu saat mobil ini sudah bukan milik Penulis lagi maka bisa Penulis katakan mobil ini adalah mobil paling berkesan dalam hidup Penulis