Rabu, 07 Januari 2015

Pengalamanku kerja di perekrutan pelaut kapal ikan Jepang

Penulis pernah bekerja di perusahaan perekrutan pelaut-pelaut Indonesia yang bekerja di kapal penangkapan Ikan Jepang tahun 1998 - 2004. seperti kita ketahui Jepang adalah negara pengkonsumsi daging ikan laut terbesar di dunia.

Aku di rekrut oleh teman yang sebelumnya kita sering kumpul bareng atau main-main musik, yang mulai menekuni bisnis yang di rintis orang tuanya melihat pengalamanku di bidang ekspor-impor, karena kebaikannya di rekrut untuk menangani masalah kapal Jepang yang masuk ke Indonesia untuk perbaikan dan isi logistik di Semarang.

Seperti perkembangan masalah perikanan yang baru-baru saat ini saya ingin memberi gambaran bagaimana bagaimana pengalamanku supaya pada terbuka wawasannya bukan hanya memuji-muji atau menghujat-hujat saja tapi kita bisa memikirkan bersama masalah ini demi masa depan kita bersama.

Yang saya lihat saat ini ada seseorang yang (maaf) cuma lulusan SMP dan merintis bisnis kecil-kecilan jualan ikan bisa menjadi seorang mentri kelautan dan membuat kebijaksanaan penenggelaman kapal-kapal penangkapan ikan asing, bagi saya ini sangat tidak efektif atau bisa memberikan dampak yang lebih panjang daripada keuntungannya yang katanya kerugian yang di gembar-gemborkankan mencapai 300 T pertahunnya, saya pikir kalau memikirkan kerugian, sekarang ini kekayaan Indonesia mana yang bisa di rasakan oleh rakyat Indonesia ? mulai dari hotel-hotel, rumahsakit-rumahsakit, mal-mal, rumah makan-rumah makan, bank-bank dan sebaginya adalah milik asing, jangankan ikan laut, hasil hutan atau tambang semua dikuasai asing bahkan air saja di ekplorasi besar-besaran perusahaan asing dan jadi kita tidak ubahnya seperti dijajah di negeri sendiri.

Sebagai gambaran, kapal penangkapan ikan dimana aku bekerja tidak beroperasi di perairan Indonesia karena tidak ada kriteria ikan yang mereka butuhkan, mereka hanya mencari jenis ikan tuna sirip biru (blue fin), mereka datang jauh-jauh ke Semarang murni perbaikan kapal, isi logistik dan perekrutan pelaut-pelaut Indonesia yang bekerja di kapal tersebut. Bahkan sebelum masuh ke perairan Indonesia mereka membuang ikan-ikan hasil tangkapannya yang tidak sesuai dengan kriteria misalkan hiu, bawal laut dan sebagainya yang katanya buat makanan ikan laut karena dianggap ikan sampah dan memenuhi cold storagenya, alhamdulillah penulis pernah mendapakan sisa ikan bawal yang belum terbuang sebesar bantal orang dewasa, sampai dirumah motong-motongnya pakai gergaji dan dibagikan ketetangga-tetangga dan dimasak sendiri seminggu tidak habis-habis...hahahaha

Inilah inti permasalahnya kalau kita serampangan menanganinya, selama ini orang Jepang senang merekrut pelaut-pelaut kita karena pekerja keras, penurut dan gaji bisa di nego daripada orang-orang Cina, Vietnam, India dll, dari rekruitmen ratusan atau bahkan ribuan pelaut-pelaut kita yang selama ini, kapal-kapal Jepang ini pasti merekrut pelaut-pelaut yang sudah berpengalaman, seperti kita lihat kebanyakan dari mereka pengalaman-pengalaman mereka bekerja di kapal-kapal asing di perairan Indonesia. Alasan mereka bekerja di kapal-kapal asing bisa buat batu loncatan bekerja di kapal-kapal Internasional seperti kapal Jepang ditempat penulis bekerja juga kapal-kapal punya orang Indonesia cuma kapal-kapal kecil, cari ikan cuma di pinggiran laut, apabila cuaca buruk cuma pada nganggur dan pada tidak kuat beli solar...weleh-weleh.

Kenapa saya katakan serampangan menghilangkan kapal-kapal asing ? seperti kita sering mengatakan "GANYANG MALAYSIA", ada berapa ribu TKI kita ada disana ? bahkan anakku yang usia 2,5 tahun tahunya panggilan guru itu CIKGU dari pada ibu guru karena seringnya film kartun Malaysia yang mendidik buat anak-anak daripada acara-acara tivi Indonesia. sama halnya penghilangan kapal-kapal asing, ada berapa ribu  pelaut-pelaut Indonesia yang bakal nganggur ? dan lagi kenapa harus ditenggelamkan kalau nelayan-nelayan kita saja cuma naik perahu kalau cari ikan bukannya lebih elegan kalau di gunakan nelayan-nelayan kita meski akhirnya paling-paling tidak kuat beli solarnya...hehehehe

Pernah penulis ngobrol sama orang yang mengetahui masalah perikanan laut, malah kapal-kapal nelayan Indonesia lebih senang bekerja sama dengan kapal-kapal penagkapan ikan asing, yaitu kapal-kapal nelayan Indonesia menjual tanggkapannya ke kapal-kapal penagkapan asing dengan alasan harga lebih baik dan bila masuk ke TPI melewati beberapa pungutan-pungutan baik yang resmi atau para preman-preman, cocok khan....hahahahaha

Sama seperti Menteri Tenaga Kerjanya buat gebrakan beneran dobrak penampungan TKI, kalau disuruh milih mereka itu lebih seneng bekerja di kampung halaman dekat dengan orang-orang yang di cintainya dari pada bekerja jauh-jauh jadi TKI, ya karena kita di negeri kita sendiri seperti peribahasa AYAM MATI DI LUMBUNG PADI, kita punya kekayaan alam berlimpah tapi dimanfaatkan negara lain, kita cuma bisa jadi jongos mereka dan mereka-mereka jadi abdi negara cuma jadi pelayan orang-orang asing seperti jaman penjajahan Belanda.

Penulis pernah kumpul-kumpul dengan beberapa orang sekedar ngopi bareng mulai mencium ketidak beresan masalah ini, jangan....jangan....karena beliaunya itu punya perusahaan perikanan yang besar merasa tersaingi dengan kapal-kapal asing ini, apalagi dekat dengan kekuasaan terus curhat....terus seperti saat ini....aaaahhhh jangan su'udzon dulu, cuma kalau mau menanggulangi kerugian negara kok cuma masalah perikanan laut saja yang di ekspose terus, masih buaaanyaaak yang belum tercover.

Kalau masalah kapal penangkapan ikan asing ilegal kita buat aja mereka jadi legal dengan mendaftarkan seperti perusahaan-perusahaan asing di Indonesia (PMA), toh yang bekerja juga banyak orang-orang Indonesia. mereka disuruh daftar, membayar pajak dan sebagainya supaya sama-sama enaknya dan kerugian bisa di tekan.